Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) memastikan akan memanggil dan meminta keterangan jajaran Direksi PT Bank Negara Indonesia (persero) Tbk atau BNI terkait dugaan pendanaan kepada perusahaan batu bara di Sumatera Selatan (Sumsel) yang diberikan tanpa adanya agunan.
Hal itu disampaikan Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron merepons kabar BNI yang memberi pinjaman atau pendanaan kepada perusahaan batu bara. Pinjaman dari BNI sendiri terdaftar pada Global Coal Exit List (GCEL) tahun 2020.
“Komisi VI (DPR) tentu akan meminta keterangan atas berbagai masalah yang menjadi sorotan publik,” kata Herman Khaeron, Selasa,(31/5/2022).
Herman Khaeron mengatakan, perbankan sebagai jangkar perekonomian negara sedianya harus prudent dan selektif dalam mendanai setiap kreditur.
“Harus hati-hati dengan pengajuan kredit yang beresiko dan gambling,” jelas Herman.
Kepala BPOKK Partai Demokrat ini mengakui, pertambangan termasuk sektor yang penuh resiko. Atas dasar itu, sebaiknya perbankan khususnya yang tergabung Himpunan Bank Milik Negara atau Himbara hanya mendanai sektor industri.
“Harusnya hanya mendanai di sektor industri pasca tambang, sehingga terukur dan memenuhi asas kehati-hatian. Apalagi, jika terindikasi pertambangan merusak ekosistem lingkungan hidup,” tandas Herman Khaeron.
Sebelumnya, kajian lembaga Urgewald dan Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), yang menyatakan bahwa PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI masih memberi pinjaman ke perusahaan batu bara yang terdaftar pada Global Coal Exit List (GCEL) 2020.
Hal ini pun banyak dikaitkan dengan persoalan dampak lingkungan. BNI diduga mendanai proyek tidak ramah lingkungan hingga US$1,83 miliar atau setara Rp27 triliun selama periode Oktober 2018 hingga Oktober 2020.
BNI juga diduga memberikan pinjaman tanpa agunan atau agunannya tidak sepadan dengan pinjaman kepada perusahaan batu bara yang berada di Sumsel tersebut.
sumber: kedaipena