Herman Khaeron Sebut BUMN Mesti Dukung Formula E Seperti MotoGP

Pelaksanaan ajang Formula E di Jakarta telah sukses digelar pada Sabtu (4/6/2022) kemarin. Namun demikian, pelaksanaan itu mengundang tanda tanya tentang tidak adanya keterlibatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tidak mensponsori ajang balapan tersebut. Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menyoroti keputusan BUMN untuk tidak mensponsori. Menurutnya hal tersebut merupakan suatu yang aneh.

Menurutnya, perlakuan BUMN tersebut memunculkan kesan yang politis. Pasalnya, ketika ajang balapan MotoGP di Mandalika beberapa waktu yang lalu, banyak BUMN yang mensponsori ajang itu. “Tentu bagi saya sangat aneh ketika tidak ada BUMN yang mensponsori terhadap perhelatan Formula E di Jakarta. Tentu ini kesannya menjadi politis gitu,” ujar Herman dalam keterangannya kepada Parlementaria, Minggu (5/6/2022).

Politisi Partai Demokrat itu juga mendesak agar pengelolaan BUMN dilakukan secara profesional. Terlebih, ajang balapan mobil listrik itu punya pesan untuk penggunaan mobil listrik yang akan digalakan di tanah air. “Formula E di dalamnya ada pesan bahwa ini adalah balapan mobil elektrik, mobil listrik yang juga Indonesia ke depan menggalakkan terhadap penggunaan mobil listrik,” tandas legislator dapil Jawa Barat VIII tersebut.

Lebih lanjut, BUMN, kata Herman, harus menjadi pendorong terhadap kegiatan-kegiatan yg berskala internasional dan memberikan feedback yang positif baik terhadap korporasi maupun terhadap bangsa dan negara. “Ini adalah perhelatan negara Indonesia sehingga semestinya sama ketika bumn mendukung terhadap pelaksanaan MotoGP di Mandalika juga semestinya BUMN juga mendukung/mensponsori terhadap pelaksanaan Formula E di Jakarta,” tandas Hero, sapaan akrab Herman Khaeron. (ann/sf)

sumber: dpr

Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron merespon pernyataan Pesiden Jokowi yang memerintahkan Erick Thohir untuk menutup BUMN sakit dan tidak mampu meningkatkan daya saing.

Menurut Politikus Demokrat itu penutupan BUMN sakit dan tidak mampu meningkatkan daya saing bukan sebuah solusi melainkan bentuk dari kefrustrasian.

“Penutupan bukan solusi, tetapi bentuk kefrustrasian,” sindir Politikus Demokrat itu, Minggu, (17/10/2021).

Herman berpesan, pemerintah perlu melihat akar masalah perusahaan pelat merah tersebut sebelum melakukan penutupan BUMN sakit dan tidak efektif.

“Kalau perlu dipertahankan harus disuntik oleh uang negara, tetapi kalau sudah tidak ada manfaatnya, tentu dipertimbangkan untuk dilikuidasi,” tandas Herman.

Pasalnya, kata Herman Khaeron, dalam kurun waktu belakangan ini banyak BUMN yang rugi dan sampai saat ini belum ada solusi yang cespleng (manjur).

“Banyak contoh, selain dirampok oleh oleh para pemain keuangan seperti Jiwasraya, Asabri, dan asuransi lainya. Juga karena adanya penugasan pemerintah tanpa ditunjang oleh kompensasi, semisal BBM satu harga pertamina, harga tarif listrik PLN yang tidak ekonomis, pembatasan harga gas, dan penugasan,” tegas dia.

“Lalu seperti Perum Bulog yang ditugaskan untuk stabilisasi harga, pembelian gabah/beras petani, kelola CBP, tapi tidak ada kompensasi dari pemerintah, dan bahkan menggunakan dana pinjaman komersial, pasti rugilah. Perum Bulog dulu mengelola subsidi raskin sehingga dapat menutup biaya operasional dan mendapat margin fee, sekarang rugi,” tambah Herman.

Hal tersebut, lanjut Herman, juga terjadi dengan BUMN Karya yang ditugaskan membangun jalan tol dengan LHR yang rendah dan tidak ekonomis.

“Sementara beban hutang tinggi, akhirnya besar pasak daripada tiang, sementara yang menguntungkan dijual. Saya juga prihatin dengan BUMN pangan yang sampai saat ini belum ada solusi dan terus merugi,” ungkapnya.

Padahal, kata dia, semisal Perum Bulog agar dapat untung kembali dapat dikembalikan dana subsidi pangan yang saat ini diambil alih oleh Kementerian Sosial.

“Dikembalikan dikelola Bulog, pasti survive,” kata dia.

Herman menegaskan, hal tersebut termasuk dengan BUMN lain seperti PLN yang diberikan keleluasaan menghitung tarif yang ekonomis.

“BUMN lain jangan dibebani penugasan yang rugi, kalaupun rugi ada kompensasinya,” tandas Herman.

(Givary Apriman Z\Editor)