Untuk Budidaya Minapadi Disediakan 4.000 Hektare Lahan Pertanian Baru

hermankhaeron.info – Wakil Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Herman Khaeron menilai Perum Bulog seharusnya bisa meningkatkan jumlah stok berasnya, bukan hanya untuk raskin tapi juga beras nasional. Dia mengatakan, selama ini stok beras di Perum Bulog ini merupakan stok raskin bukan stok nasional.

Menurut dia, setiap negara memiliki stok nasional sebesar 20 persen, sedangkan Indonesia, di mana yang tercatat selama ini hanya stok raskin sebesar 8 persen jika mencakup rumah tangga sasaran sebesar 14,21 juta.

“Saya makin tidak mengerti dengan rencana strategis ketahanan pangan ini. Semestinya Bulog bisa menambah daya simpan minimal 20 persen seperti rekomendasi DPR. Tapi sekarang hanya 8 persen. Tapi kalau diturunkan jadi 5 juta rumah tangga sasaran maka daya simpan Bulog hanya 5 persen,” ujarnya seperti dikutip dari laman Antara.

Kadang-kadang, lanjutnya, negara ini punya stok cukup untuk 5 bulan ke depan, tetapi ini untuk rastra bukan stok nasional. “Kalau stok nasional itu cuma 20 hari paling sudah habis,” ucap politisi Partai Demokrat itu.

Herman mengungkapkan, penyaluran beras untuk masyarakat prasejahtera (Rasta) yang dulu dikenal raskin hingga 19 September 2017 mencapai 1,77 juta ton dengan target sasaran 14,21 juta rumah tangga miskin di Indonesia.

Dalam rencana penyaluran selama periode 1 tahun, pada tahun 2012 itu ada sekitar 17,48 juta rumah tangga sasaran penyaluran raskin, lanjutnya, namun saat ini 14,21 juta rumah tangga.

Dia menambahkan, penyaluran rastra berdurasi selama 12 bulan di tahun 2017, dengan pagu alokasi untuk penyaluran raskin dalam setahun ini mencapai 2,55 juta ton beras. “Realisasi terhadap alokasi ini sudah mencapai 69,32 persen,” katanya.

Sebelumnya, Kementerian Pertanian menginginkan Badan Urusan Logistik (Bulog) dapat segera menyerap produksi pertanian dalam menjaga tingkat kesejahteraan petani melalui perbaikan harga jual produk pertanian tersebut.

Direktur Jenderal Hortikultura Kementan, Spudnik Sujono, disalin dari Antara, mengatakan pihaknya sudah dua kali bersurat ke Perum Bulog agar menyerap produksi petani. “Surat saya pertama tanggal 7 September. Surat kedua, baru dikirim kemarin (Minggu, 17/9). Intinya sama, meminta Bulog segera serap, lakukan pembelian di sentra-sentra yang harganya tidak tinggi,” ungkapnya.

Penugasan kepada Bulog itu sesuai amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 48 Tahun 2016 dan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 27 Tahun 2017. Spudnik Sujono juga mengemukakan, cara lain yang ditempuh Ditjen Hortikultura adalah mendorong Toko Tani Indonesia (TTI) untuk segera meningkatkan penjualan cabai petani, berkomunikasi dengan pelaku industri, mendorong peningkatkan pengolahan cabai menjadi produk bernilai tinggi, serta memperpendek rantai pasok.

Sementara itu, ujar dia, solusi jangka panjang yang dilakukan Ditjen Hortikultura adalah sosialisasi teknologi budidaya rendah pestisida atau ramah lingkungan guna mengurangi biaya produksi hingga 25 persen, dan menggalakkan mekanisasi pertanian agar biaya tenaga kerja turun dan efisiensi sampai 30 persen.

Kementan juga membangun mitra kerja sama permanen dengan industri makanan, mendorong disiplin petani dalam penerapan manajemen tanam sepanjang tahun, serta peningkatan kapasitas petani terkait pengolahan hasil panen cabai guna tahan lama dan bernilai jual tinggi.

“Saya juga berharap adanya dukungan daerah, supaya komoditas hortikultura ada kepastian harga. Apalagi, di sana kan ada Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah (TPID),” paparnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengklaim inflasi minus atau deflasi yang terjadi pada Agustus 2017 menandakan harga bahan pangan atau yang termasuk harga barang bergejolak (volatile foods) telah membaik dan cukup terjaga.

Menurut Sri Mulyani di Gedung DPR, Jakarta, Senin (4/9), laju inflasi rendah hingga Agustus 2017 ini harus terus dijaga hingga akhir tahun, dengan mengantisipasi tekanan dari “volatile foods” dan mengendalikan tekanan dari kelompok tarif yang diatur pemerintah (administered prices). “Harga pangan atau ‘volatile foods’ dianggap sebagai sumber (inflasi) dan setelah melakukan upaya seperti harapan Bank Indonesia bahwa ‘volatile foods harus distabilkan,” ujar Menkeu. Di sisi lain, kata Sri, dalam tren inflasi rendah ini, daya beli masyarakat harus ditingkatkan untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi.

Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan upah nominal harian buruh tani nasional pada Agustus 2017 naik sebesar 0,15 persen dibanding Juli 2017, yaitu dari Rp50.003 menjadi Rp50.079 per hari. “Upah riil mengalami kenaikan sebesar 0,27 persen dibanding Juli 2017, yaitu dari Rp37.408 menjadi Rp37.508,” kata Kepala BPS Suhariyanto yang disalin dari Antara.

Perubahan upah riil menggambarkan perubahan daya beli dari pendapatan yang diterima kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Semakin tinggi upah riil maka semakin tinggi daya beli upah buruh dan sebaliknya.

Sementara untuk perkembangan upah buruh informal perkotaan, rata-rata upah nominal tukang buruh bangunan mengalami kenaikan sebesar 0,34 persen.

sumber: neraca