Akademisi dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mencatat, pembangunan infrastruktur secara masif mengancam ketahanan pangan Indonesia. Hal itu terlihat dari lahan pertanian yang terus berkurang.

Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Hermanto Siregar mencatat, ada banyak konversi lahan untuk pembangunan infrastruktur. “Apalagi infrastruktur banyak (dilakukan) di Pantai Utara (Pantura) yang memiliki banyak lahan pertanian,” kata dia dalam diskusi bertajuk ‘Tantangan dan Peluang Pangan Dalam Negeri’ di Jakarta, Senin (21/10).

 

Pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, kata dia, akan menciptakan efek berganda. Keberadaan infrastruktur ini dapat mendorong pembangunan di kawasan tersebut. Di satu sisi, luas lahan padi menurun lantaran banyak perusahaan membangun pabrik.

Padahal, ia mencatat lahan pertanian di Indonesia hanya berfokus di Pulau Jawa. Sekitar 13% dari total luas lahan di Indonesia digunakan untuk pertanian. Lalu, sekitar 5% di antaranya berada di Pulau Jawa. Karena itu, ia berharap konsentrasi lahan padi di Jawa dapat ditekan. Lagipula, menurutnya daratan di Sumatera dan Kalimantan lebih luas ketimbang Jawa. Selain itu, menurutnya penyebab luas lahan padi menyusut adalah fragmentasi lahan. Hal ini terjadi karena pemilik mewariskan sebidang tanahnya kepada lebih dari satu ahli waris saja. Di Jepang, hanya boleh diberikan kepada satu ahli waris.

Belum lagi, Indonesia berpotensi mengalami kekeringan lahan. Karena itu, ia usul agar lahan rawa dimanfaatkan sebagai alternatif untuk menanam padi. Hal senada disampaikan oleh Anggota DPR RI Herman Khaeron. “Ada infrastruktur jalan, jembatan, bandara, terminal, stasiun, rel kereta api, dan jalan tol yang menghabiskan kawasan pangan,” kata dia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), luas lahan baku sawah terus menurun. Pada 2018, luasnya sekitar 7,1 juta hektare. Luas itu turun dibandingkan 2017 yang masih 7,75 juta hektare. Kepala BPS Suhariyanto pun mengatakan, penurunan luas lahan tersebut dipengaruhi oleh konversi lahan sawah.

sumber: katadata

Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan Komisi II DPR RI berpandangan, poin tentang Pengadilan Pertanahan urgen untuk dimasukkan dalam RUU Pertanahan. Namun, Ketua Panja RUU Pertanahan Herman Khaeron memastikan, hal itu akan dilakukan dengan mengelaborasi berbagai pandangan yang diberikan Mahkamah Agung (MA).

“Tentu harus mengelaborasi dengan berbagai hal yang disampaikan oleh MA, agar tidak bertentangan antara peraturan yang satu dengan yang lainnya,” ujar  Herman usai memimpin Rapat Konsultasi Tim Panja RUU Pertanahan Komisi II DPR RI dengan jajaran Mahkamah Agung RI, di Gedung MA, Jl. Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2019).

Dalam Rapat Konsultasi yang membahas seputar pasal-pasal khusus tentang pembentukan Pengadilan Pertanahan itu, MA memberikan respon bahwa ada banyak pasal dan norma yang harus disinkronisasikan. Lebih lanjut, MA juga memberikan pandangan dari pasal dan norma yang sudah disepakati dalam Panja RUU Pertanahan, dimana ada banyak aspek yang jadi bahan pertimbangan.

Herman menambahkan, berbagai pasal dalam RUU Pertanahan itu harus ditempatkan dengan baik, sehingga tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lainnya. “Tentunya, dalam rapat Panja selanjutnya akan kami tinjau kembali dan kemudian dielaborasi supaya betul-betul apa yang menjadi pandangan para hakim MA, akan menempatkan pasal-pasal yang tidak bertentangan dalam aplikasinya,” pungkas legislator Partai Demokrat ini. (pun/sf)

sumber: dpr

Komisi II Akan Dalami Masalah Perlindungan Data Pribadi

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Herman Khaeron memberikan tanggapan terkait dengan kasus jual-beli data pribadi Kartu Keluarga (KK) dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) di media sosial. Ia mengatakan, dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk), negara wajib melindungi kebenaran dan kerahasiaan dari Kartu Tanda Penduduk (KTP) seseorang, memang dibuka akses, tetapi akses itu adalah untuk semua level berdasarkan keputusan menteri.

“Tetapi kalau kemudian bahwa akses tehadap swasta sudah dilakukan sejak tahun 2015, padahal di situ rujukannya terhadap peraturan pemerintah, peraturan menteri dijadikan rujukan tentu kami akan dalami,” ujar Herman  saat ditemui Parlementaria di Gedung Nusantara III DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (1/8/2019).

Menurut politisi Partai Demokrat itu, perlindungan pada data pribadi penduduk harus dijamin, agar privacy masyarakat terjamin. “Supaya apa, masyarakat tenang dengan data pribadinya, jangan sampai data pribadi kita ada di lembaga mana, yang sesungguhnya tidak ada hubungan langsung,” ungkap Herman.

KTP memang digunakan sebagai dasar atas keabsahan domisili dan identitas, namun menurut legislator dapil Jawa Barat VIII itu, institusi yang punya perjanjian langsung dengan pemilik data pribadi juga berkewajiban menjaga kerahasiaan.

“Kemudian untuk keperluan lain yang sifatnya individu tentu itu atas kesadaran, dan perjanjian antar individu. Tetapi kalau kemudian secara kolektif bahwa data itu diakses tanpa pemberitahuan dan dasar hukum yang kuat, serta aksesnya terbatas pada kebutuhan yang itu betul-betul dibutuhkan institusi negara atau badan hukum Indonesia yang membutuhkan verifikasi,” jelas Herman. (eko/sf)

sumber: dpr

Komisi II Jaring Masukan di Kepri

Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi II DPR RI dipimpin Wakil Ketua Komisi II Herman Khaeron mengunjungi Provinsi Kepulauan Riau, guna mendengar masukan maupun informasi berkaitan dengan permasalahan-permasalahan yang ada di wilayah Kepri. Sejumlah permasalahan pun menjadi pembahasan dalam diskusi Tim Kunker dengan Pemprov Kepri.

“Potensi Kepri sebagai daerah kepulauan harus dapat dimaksimalkan untuk kesejahteraan masyarakat. Untuk itu sinergi semua pihak sangat penting, sehingga setiap kebijakan dan regulasi berjalan maksimal dan merata, agar Kepri semakin maju dan masyarakatnya sejahtera,” kata Herman saat pertemuan Tim Kunker Komisi II DPR RI dengan Plt. Gubernur Kepri beserta jajarannya di Tanjung Pinang, Kepri, Sabtu (27/7/2019).

Dalam kesempatan itu, jajaran Pemprov Kepri sangat berharap agar RUU Daerah Kepulauan segera rampung. Hal lain yang turut dibahas pada pertemuan ini adalah Pemilu 2019 lalu. “Komisi II DPR sangat mengapresiasi kinerja KPU dan Bawaslu beserta aparat Kepolisian dan TNI yang mana di Kepri dapat berjalan sesuai harapan, berjalan dengan baik dan lancar,” apresiasi politisi Partai Demokrat itu.

Selain itu, beberapa hal yang didiskusikan dalam pertemuan ini antara lain; penyelenggaraan pemerintahan reformasi dan birokrasi, pelayanan publik, evaluasi rekruitmen CPNS 2019 dan tenaga honorer, pengelolaan arsip daerah, pengembangan kompetisi SDM, penyelesaian program E-KTP, pengelolaan daerah perbatasan, serta persiapan Pilkada 2020. (hr/sf)

sumber: dpr

Panja Jamin RUU Pertanahan Berpihak Petani

Ketua Panja RUU Pertanahan DPR, Herman Khaeron membantah aturan ini belum terlalu kuat membela kepentingan petani, terutama buruh tani yang tidak memiliki tanah.

Politikus Partai Demokrat itu menyatakan, RUU ini secara khusus memberi perhatian atas ketersediaan tanah untuk pertanian, reforma agraria, tanah objek reforma agraria (TORA), dan redistribusi tanah melalu keberadaan bank tanah.

“Serta pendaftaran tanah untuk masyarakat yang tidak mampu,” tegas Ketua Panja RUU Pertanahan ini, Minggu (28/7).

Dia menilai pihak yang menyebut RUU ini belum membela kepentingan petani, dan minimnya pengaturan agraria, tidak memahami secara utuh aturan tersebut. “Mungkin belum mengetahui secara utuh,” tegas Herman.

Wakil ketua Komisi II DPR itu memastikan pihaknya sangat terbuka kalau ada masukan dan usulan dari masyarakat, yang bertujuan menyempurnakan RUU Pertanahan tersebut. “Jika jika masih ada usulan untuk menyempurnakan silakan kirim ke Komisi II DPR atau ke pemerintah cq Kementerian ATR/BPN,” ungkap Herman lagi. (jpnn)

sumber: fajar

RUU Pertanahan Akan Beri Rasa Keadilan Bagi Rakyat

Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan merupakan inisiatif DPR RI yang sudah dimulai sejak tahun 2012, dan sudah masuk pada Prolegnas Prioritas periode 2009-2014. Kalau menghitung tahun, sampai hari ini RUU Pertanahan sudah 7 tahun berjalan.  Karena di DPR tidak mengenal luncuran ataupun extend terhadap sisa pembahasan anggaran di periode sebelumnya, tentu masuk kembali di Prolegnas periode tahun 2015-2019, kemudian menjadi prioritas pada tahun 2015.

Terkait RUU Pertanahan yang saat ini masih digodok di Komisi II, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Herman Khaeron menyatakan bahwa RUU itu nantinya akan lebih memberikan rasa keadilan pertanahan bagi seluruh rakyat Indonesia.

“Dalam periode ini RUU Pertanahan sudah empat tahun berjalan dan harus dirumuskan kembali di masa periode selanjutnya. Dalam pandangan saya sebagai anggota DPR, sangat kurang tepat kalau ada yang berpandangan untuk menghentikan atau menunda. Tetapi marilah kita sempurnakan,” ujar Herman, dalam acara diskusi Forum Legislasi yang mengangkat tema ‘Tarik Ulur UU Pertanahan’ di Media Center DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (23/7/2019).

Urgensi dari RUU Pertanahan, sambungnya, karena saat ini tanah telah menjadi barang sangat mahal. Padahal kalau merujuk kepada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 jelas disebutkan, yang dimaksud dengan bumi air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai negara, dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. “Kalau untuk akses terhadap tanahnya saja tidak bisa, bagaimana masyarakat desa makmur,” tandasnya.

Herman menyampaikan, kalau membaca secara mendalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UU PA), maka tidak cukup mampu untuk memberikan rasa keadilan di bidang pertanahan bagi masyarakat luas. “Oleh sebab itu saya mengedepankan bahwa UU ini adalah untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat. Selain itu, ini adalah amanat TAP MPR Nomor 9 Tahun 2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam,” terangnya.

Menurutnya, hal itu adalah amanat yang sudah lama dan harus diwujudkan di dalam peraturan perundang-undangan yang mencukupi dan memadai agar bisa mengatur sektor pertanahan yang di dalamnya juga terkandung sumber daya alam. “Kalau merujuk kepada UU PA tahun 1960, pasca undang-undang itu berlaku sampai saat ini, banyak sekali undang-undang yang bernuansa sektoral,” ujar Herman.

Dikatakannya, perubahan situasi dan kondisi sosial ekonomi masyarakat serta perubahan paradigma di pemerintahan membutuhkan juga penyesuaian. Banyak yang mengkritik bahwa Undang-Undang Pertanahan akan mengubah UU PA yang dianggap konsisten terhadap keadilan pertanahan bagi masyarakat.

“Kami konsisten,  tidak merubah UU PA Nomor 5 Tahun 1960, karena kami konsisten terhadap keadilan di bidang pertanahan. Konsepsinya, kami meletakkan UU PA Nomor 5 Tahun 1960 sebagai lex generalis, yaitu sebagai undang-undang umum. Sehingga kesetaraan terhadap perundang-undangan yang saat ini menjadi peraturan perundang-undangan itu kami jaga juga,” tuturnya. Sementara, tambahnya, UU Pertanahan didudukan sebagai lex specialist, yang mengatur rasa keadilan pertanahan bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk pemanfaatannya.

“Yang kedua, mensinkronkan dengan peraturan perundang-undangan lainnya, karena banyak munculnya undang-undang sektoral yang terkait dengan pertanahan dan sumber daya alam. Selain itu, tentu kami ingin memberikan kepastian hukum kepada siapapun, baik kepada investasi, pemilik tanah, ataupun  kepada yang berkepentingan dengan pertanahan. Sebab memberikan kepastian hukum ini penting, dengan status hukum yang pasti tentu juga akan mengurangi konflik pertanahan yang saat ini banyak terjadi,” pungkasnya. (dep/es)

sumber: dpr

RUU Energi Baru Terbarukan Tak Akan Rampung Tahun Ini

Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru Terbarukan (EBT) dipastikan tidak akan selesai tahun ini lantaran keterbatasan waktu pembahasan.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Herman Khaeron mengatakan, pada periode jabatan DPR yang habis pada September tahun ini, tidak akan cukup waktu untuk melakukan pembahasan hingga mengesahkannya menjadi undang-undang.

“RUU diselesaikan itu bisa, cuma masalahnya waktu. Sosialisasi ada tapi secara substansi tidak dibahas. Kalau masa jabatan kami hanya sampai 30 September, tentu menghitung waktu tidak akan cukup karena pembahasan paling tidak dua masa sidang,” kata Herman dalam diskusi di Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM, Kamis (11/7/2019).

“Kemudian dikirimkan ke pemerintah untuk direspon dibentuk panja, tentu waktunya tak cukup,” ucapnya.

Herman menjelaskan pada awalnya, RUU tersebut tidak masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2019 maupun program prioritas.

Adapun gagasan RUU EBT muncul pada awal 2018 dan menjadi inisiatif DPR untuk mempercepat perkembangan EBT di Indonesia.

Menurutnya, RUU tersebut penting untuk mendorong realisasi bauran EBT di Indonesia.

Dia menjelaskan, kebutuhan migas di tanah sudah jauh melebihi kemampuan produksi, sehingga dibutuhkan energi baru terbarukan untuk menggantikannya.

“Bayangkan kita lifting 800 ribu barel per hari padahal kebutuhan 1,5 juta. Kalau kondisinya terus berlangsung tak akan menguntungkan bagi kita. Kalau ketergantungan impor semakin besar (defisit transaksi berjalan), padahal kita punya potensi besar di energi baru terbarukan. Kendalanya memang di competitive price,” paparnya.

“Memang perlu keberanian pemerintah menjamin sektor EBT yang masih dianggap memiliki harga mahal,” imbuhnya.

Herman menjanjikan akan berupaya untuk mendorong pembahasan peraturan ini berhubung terpilih lagi sebagai anggota DPR periode selanjutnya.

Menurut dia, ada kemungkinan ia dapat masuk sebagai anggota Komisi VII yang membidangi energi.

“Sejak saya terpilih kembali semoga bisa kembali membantu RUU EBTKE,” tutur dia.

sumber: tribun

Komisi VII Terima Aspirasi Gubernur Babel Terkait Pertambangan

Pemerintah bersama Komisi II DPR RI sedang menggodok Rancangan Undang-Undang tentang Pertanahan, yang diharapkan mampu menyelesaikan persoalan tanah serta tata ruang.

Ketua Panitia Kerja RUU Pertanahan DPR RI Herman Khaeron mengatakan, RUU Pertahanan itu juga ditujukan untuk meningkatkan iklim investasi.

“Tanah sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari penataan ruangan, karenanya RUU ini diharapkan memberikan iklim investasi yang bagus nantinya,” kata Herman, Rabu (10/7/2019).

Herman menjelaskan, dasar pembuatan RUU Pertanahan adalah penilaian bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok agraria (UUPA) membutuhkan penyesuaian pada era kekinian.

Salah satu penyesuaian tersebut adalah, RUU Pertanahan nantinya bakal menciptakan pendaftaran tanah sistem Single Land Administration.

Herman menerangkan, hal ini penting untuk mengatur objek pendaftaran tanah yang bukan kawasan hutan, pesisir, pulau-pulau kecil, waduk, pertambangan, cagar alam, situs purbakala, kawasan lindung dan konservasi, serta wilayah strategis pertahanan.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil mengatakan, RUU ini sudah diinisiasi sejak tahun 2012 tapi hingga kekinian belum rampung.

“Saya meyakini Komisi II DPR dan Panja Pertanahan bisa merampungkan UU ini sehingga bisa memberikan keadilan bagi rakyat, dan kepastian hukum bagi siapa pun,” ujar Sofyan.

Sumber : suara

Banyak Regulasi Penyelenggaraan Pemilu Harus Diperbaiki

Komisi II DPR RI melaksanakan Kunjungan Kerja Spesifik dalam rangka evaluasi pelaksanaan Pemilu 2019 serta Anggota KPPS yang meninggal di Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Komisi II DPR RI melihat masih banyak regulasi penyelenggaraan Pemilu yang harus diperbaiki ke depan. Wakil Ketua Komisi II DPR RI Herman Khaeron menegaskan pentingnya menyelesaikan persoalan krusial mengenai carut-marut Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Demikian diungkapkan Herman dalam sambutannya saat pertemuan dengan Ketua KPU dan Ketua Bawaslu Kota Bekasi dan jajarannya, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI, Ketua KPU dan Ketua Bawaslu Provinsi Jawa Barat, Kapolres dan Kepala Kejaksaan Negeri Kota Bekasi di Kantor KPU Kota Bekasi, Jawa Barat, Selasa (9/7/2019).

“Kami terus melakukan uji petik, baik di KPUD Kabupaten/Kota maupun di KPUD Provinsi untuk mendalami situasi Kepemiluan 2019. DPT adalah dasar untuk memilih, sehingga inilah yang menjadi krusial harus kita dalami seperti apa penetapan DPT ke depan. Jika masih banyak DPT bermasalah, maka potensi celah kecurangan masih marak terjadi. Ini harus segera diatasi sejak sekarang untuk Pemilu ke depan yang lebih baik,” imbuhnya.

Permasalahan berikutnya, jelas Herman, mengenai mekanisme dan tata cara pemilihan. Apakah harus dilakukan dengan serentak ataukah ada cara lain yang lebih menjamin hasil yang legitimate (diakui). “Indikasi adanya kecurangan, money politic dan lain sebagainya yang sesungguhnya harus kita lakukan ke depan. Ketua KPUD Kota Bekasi menyatakan bahwa godaan itu selalu ada dan tentu celah-celahnya juga ada,” papar Politisi Partai Demokrat ini.

Herman menyarankan agar ada langkah identifikasi awal untuk memperbaiki peraturan perundang-undangan yang basisnya adalah untuk menutupi berbagai celah permasalahan dan mewujudkan Pemilu yang lebih baik. “Kita undang Pemda, Kepolisian, Kejaksaan dan pihak terkait yang bisa urun rembuk apa sebenarnya yang harus kita perbaiki dari pelaksanaan Pemilu 2019 secara serentak,” tandasl legislator dapil Jabar VIII ini.

Ketua KPU Kota Bekasi Nurul Sumarheni berharap pertemuan ini sebagai ajang evaluasi dan memperoleh masukan dari Anggota Komisi II DPR RI dan pihak terkait demi perbaikan kinerja KPU Kota Bekasi ke depan. “Kami laporkan bahwa pelaksanaan Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 di wilayah kerja KPU Kota Bekasi, alhamdulillah berjalan aman, kondusif dan terkendali sesuai harapan,” ungkap Nurul.

Ia menambahkan, salah satu yang menjadi catatan dalam evaluasi pelaksanaan Pileg dan Pilpres serentak lalu adalah beban kerja petugas KPPS yang cukup berat, sehingga jatuh korban jiwa akibat kelelahan maupun penyakit kronis yang sudah diderita sebelumnya.

“Oleh sebab itu kami memberikan catatan khusus mengenai perlunya tes kesehatan bagi para petugas KPPS, jaminan kesehatan (asuransi) selama menjalankan tugas serta besaran honor yang diterima agar ditinjau ulang. Honor Rp 455 ribu menurut kami tidak sebanding dengan beban kerja petugas KPPS di lapangan,” pungkasnya.

sumber: dpr