hermankhaeron.info –Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) Kabupaten Cirebon menilai, banjir sampah di Terminal Weru bukan berasal dari pedagang pasar darurat pasar pasalaran. Sebab, tumpukan sampah tersebut bersumber dari sampah rumah tangga. Kendati demikian, DCKTR tetap mengangkut sampah lantaran mendapat pedagang pasar dan warga sekitar.

“Mereka yang membuang sampah di Terminal Weru itu karena mereka tidak mau membayar retribusi. Padahal, pembayaran retribusi sampah per KK (kepala keluarga, red) hanya Rp3.000 per bulan sesuai dengan amanat perda nomor 6/2011 tentang retribusi persampahan,” ujar Kepala Bidang Kebersihan dan Pertamanan DCKTR Kabupaten Cirebon Dedi Sudarman SH kepada Radar, Rabu (13/7)

Menurutnya, tumpukan sampah yang ada di Terminal Weru itu dilakukan dari berbagai warga. Artinya, bukan hanya warga sekitar yang membuang sampah di situ. Tapi, dari daerah lain pun ikut membuang sampah di lokasi tersebut.

“Jadi perlu dibedakan sampah pasar dengan sampah liar. Nah, kategori sampah di Terminal Weru yang tercecer itu adalah merupakan sampah liar,” terangnya sembari menyebutkan solusi untuk menjaga kebersihan sampah ini dengan cara sama-sama menjaga.

Kemudian, ketika pihak desa menginginkan ada pelayanan sampah di desanya, datang ke DCKTR. Dari situ akan ditindaklanjuti. “Kita sering berusaha dan berkoodinasi dengan pihak desa dan camat setempat. Kemudian, masalah sampah jangan selalu yang disalahkan itu adalah DCKTR saja. Tapi, sampah merupakan masalah bersama untuk dicari solusinya,” kata Dedi.

Dia mengaku, tumpukan sampah di Terminal Weru belakang pasar darurat itu sudah diangkut dan dibersihkan dengan menggunakan alat berat. Menurutnya, semua bongkaran sampah dari Terminal Weru akan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Ciledug.

“Kita sudah pernah membuat larangan membuang sampah di Terminal Weru itu. Tapi, sampah di terminal weru tetap saja menumpuk,” tuturnya.

Dia mengungkapkan, jumlah TPS di Kabupaten Cirebon sendiri ada 160 tempat yang tersebar di 40 kecamatan. Pengangkutan sampah yang harus dilakukan setiap hari tidak sesuai dengan jumlah sarana di bidang kebersihan dan pertamanan.