Wakil Komisi VII DPR, Herman Khaeron meminta pemerintah mengevaluasi kembali sejauhmana efektifitas kebijakan holding yang telah dibentuk, Ia melanjutkan seperti holding migas yang dalam waktu dekat akan dibentuk.
“Holding harus didasarkan pada kajian yang objektif dan komperhensif. Jangan didasarkan atas kepentingan-kepentingan tertentu,” kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (19/1/2018).
Ia mencontohkan, holding tambang telah resmi terbentuk sejak November 2017, bedanya dengan holding semen, pada anak usaha hoding tambang terdapat saham dwi warna yang menjadikannya tetap sebagai perusahaan BUMN. “Hal inilah yang dikabarkan menjadi kendala tesendiri sebagai ganjalan konsolidasi dari aspek akuntan.” ujarnya.
Karena jika dipaksakan katanya, ini akan bertentangan dengan kaidah Peraturan Standar Akuntansi 65 (PSAK 65) dalam neraca laporan keuangan. Sedangkan PSAK 65 juga terintegrasi atau merefer ke International Financial Reporting Standart (IFRS).
“Kalau perusahaan sehat, kenapa mesti diholdingkan? Holding itu menambahkan beban struktur, malah tidak bagus nanti. Biarkan dia berkompetisi dengan suasana sehat,” kata Herman.
Sementara itu Dosen Akuntansi Universitas Indonesia, Ratna Wardhani mengatakan bahwa kebijakan holding bukan tidak mungkin terjadi kanibalisasi perusahaan yang sehat berbalik menjadi perusahaan sakit.
“Pada bisnis prosesnya tidak gampang, bisa perusahaan yang sehat digabung dengan yang sakit malah menjadi sakit semua perusahaannya,” kata dia.
sumber: wartaekonomi