Molor, DPR Bakal Sidak Pembangunan Smelter

Harapan Indonesia punya payung hukum yang kuat mengenai pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) segera terwujud. Komisi VII DPR sudah membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk penyusunan RUU tentang hal itu.

Wakil Ketua Komisi VII Herman Khaeron menjelaskan, Panja tersebut bakal segera melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Badan Keahlian DPR untuk mencari format RUU tersebut. “Statusnya, minggu depan kami akan RDP dengan Badan Keahlian,” kata politisi Partai Demokrat ini.

Setelah rapat itu, Panja akan memanggil para ahli dan pakar serta mitra kerja Komisi VII untuk pembahasan lebih lanjut. Yang akan dipanggil antara lain Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, membahas persoalan energi terbarukan.

RUU EBT disusun atas inisiasi DPR dan saat ini menjadi prioritas Komisi VII. DPR terus mendorong percepatan pembahasan RUU yang sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2018 tersebut. Penyusunan RUU EBT dianggap penting untuk menciptakan pembangkit listrik yang ramah lingkungan dan merangsang para investor memilih energi baru dan terbarukan sebagai pilihan dalam mengembangkan pembangkit.

Herman dan Fraksi Partai Demokrat sangat gigih menggolkan RUU EBT. Di Februari lalu, Herman bersama Wakil Ketua DPR Agus Hermanto, yang juga dari Fraksi Partai Demokrat, menjadi pembicara dalam seminar khusus mengenai EBT di Gedung DPR.

Saat itu, Agus menjelaskan bahwa selama ini pengembangan EBT sangat tidak optimal lantaran tidak adanya fondasi kuat dari sisi regulasi. Peraturan yang sudah ada dianggap tidak memberikan gairah, apalagi keberpihakan kepada sektor yang diyakini akan menjadi andalan pemenuhan energi di masa depan.

“Energi baru terbarukan belum tertata dengan baik. Kita mempunyai potensi besar yang belum tergalikan karena payung Undang-Undangnya belum bisa meng-cover untuk bisa memberikan keberpihakan pada energi baru terbarukan,” katanya.

UU EBT nantinya akan berdiri sendiri. Insentif menjadi salah satu poin utama dalam Undang-Undang tersebut. Undang-Undang ini merupakan bentuk dukungan terhadap pengembangan EBT di Tanah Air dan untuk kemandirian energi bangsa Indonesia.

“Mudah-mudahan kami bisa melaksanakan di tahun ini. Tahun ini sudah jadi UU. Kalau tidak, nanti makin mundur, kemajuan EBT makin mundur kembali. Sedangkan harapan kita kan menuju kemandirian nasional itu betul-betul dalam waktu yang cepat,” kata Agus.

Herman Khaeron mengatakan, harus diambil tindakan kongkret untuk bisa merealisasikan penggunaan EBT di Tanah Air. Pasalnya, dari waktu yang sudah berlalu, berbagai target EBT tidak tercapai. Ini menandakan bahwa ada sesuatu yang salah dan kembali harus ditata sehingga berbagai upaya yang akan dilakukan nanti menjadi lebih maksimal.

Pertumbuhan EBT di bauran energi nasional per tahun masih rendah. Dari yang ditargetkan 0,9 persen, baru tercapai 0,54 persen.

“Ini yang saya kira butuh payung dan kepastian hukum, sehingga pengembangan energi baru terbarukan dapat sesuai rencana ke depan,” katanya, waktu itu. [ian]

sumber: rmol