Anggota Komisi VI DPR RI, Herman Khaeron mengkritik penugasan pemerintah terhadap BUMN yang akhirnya membuat perusahaan pelat merah itu memikul beban berat.
“Berbagai penugasan pemerintah, Konsekuensinya pemerintah harus menyiapkan terhadap berbagai resiko itu, ya kalau kemudian tarifnya dibatasi tetapi energi primernya naik terus (tentu akan sulit mendapatkan keuntungan),” kata Herman Khaeron kepada Menteri BUMN, Erick Thohir saat Rapat Kerja dengan Komisi VI di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (02/12/2019).
Dia mencontohkan, PT PLN (Persero) yang dianggapnya terbebani dengan menjual tarif listrik, di mana hingga 2019 diminta untuk tidak naik.
“Bahkan mungkin PLN masih ingat saat menetapkan harga DMO (Harga patokan batubara domestik atau domestic market obligation) 70 U$ dollar permatrik ton untuk batubara itu saya yang mimpin loh bu. Itu yang menyelamatkan (keuangan) PLN. Jadi coba stop (menyalahkan) terhadap PMN. Tetapi Apa persoalannya. Kalau penugasan pemerintah membutuhkan tambahan 15 Triliun, ya itu yang disiapkan oleh negara sebagai subsidi bagi harga tempo dulu terhadap beban saat ini,” ujar dia.
“PLN coba, mau dikasih 5 Triliun, 10 Triliun, Pasti (penugasan) jadi beban. Keuntungan pasti hanya diatas kertas saja uangnya gak ada itu,” sambungnya.
Kemudian juga PT Pertamina (Persero) yang harus menanggung beban akibat penugasan menjual BBM premium di bawah harga ke-ekonomian, sehingga harus menanggung selisih harga.
“Sama PT Pertamina, karena kebutuhan konsumsi pertamina besar sekali, oleh karena itu, ini yang menurut saya didudukan kembali dalam rangka menyehatkan bumn-bumn yang ada,” ujar dia.
“Pertamina (laba) 56 Triliun, Native pak. Paling hanya 6 Triliun saja cash nya itu. Karna apa… tetapi beban-beban penugasan itu lah yang menjadi beban korporasi,” sambung dia.
Kemudian juga BUMN disektor pangan, PT Bulog. Menurut Herman Khaeron, ketika program Beras untuk rakyat miskin (raskin) dihapus, tentunya akan berdampak pada kinerja dan keuangan PT Bulog.
“Bagaimana bumn lainnya, seperti BUMN Pangan, Pangan kan dibutuhkan setiap hari, tetapi ironisnya seluruh bumn pangan itu rugi, baik yang di hulu maupun di hilir, terkahir bulog. Bulog itu sudah benar sebagai penyangga pangan, adanya raskin itu adalah sebagai outletnya stok pangan nasional,” katanya.
Menurutnya, apabila program raskin bermasalah, seharusnya yang dibenahi adalah sistem pengelolaan dan penyalurannya, bukan menghapus program Raskin.
“Raskinnya dicabut ya pasti rugi (Bulognya). Kalau gak ada raskin ya pasti rugi. Oh itu raskin menjadi persoalan, ya seharusnya dibetulin dong (jangan dihapus). Bukan kemudian Jangkar bumn ini dicabut kan begitu,” katanya.
“Akhir tahun ini insha alloh (Bulog merugi) Rp 1.9 triliun, Nanti dibedah. Dulu mereka sehat (karena) mengelola raskin ini, Karena ini outlet,” ujarnya.
Lantaran program raskin sudah dihapus, Bulog pun sudah tidak lagi menyalurkan berasnya. Akhirnya, beras yang ada di gudang Bulog pun menumpuk dan membusuk.
“Belum lagi 20 ribu (20 ribu ton beras menumpuk di Gudang bulog). Ini harus dibuang karena sudah gak layak konsumsi. Karena apa ?, Satu sisi mendapatkan penugasan sebagai stok nasional pada sisi lain outletnya dihilangkan,” katanya.
Untuk itu, dia meminta Menteri Erick Thohir untuk melakukan pembenahan dan strategi yang jitu di beberapa BUMN strategis guna mengatasi permasalahan tersebut. “Jangan menyalahkan direksi ini pak menteri. Tapi sistem ini yang harus dibenahi pak menteri,” ujar dia.
sumber: jurnas