hermankhaeron.info – Setelah beberapa minggu, Kementerian Perdagangan (Kemendag) akhirnya buka segel tanda sitaan pabrik gula di Cirebon.
Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron menyambut baik kebijakan ini. Dia pun berharap, ke depan, Kemenag lebih hati-hati dalam membuat keputusan agar tidak meresahkan masyarakat.
Pabrik gula yang sempat disegel itu adalah Tresana Baru milik PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) dan Sindangjaya milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN). Penyegelan dilakukan pada pertengahan Agustus lalu karena alasan gula dari dua pabrik tersebut tidak sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) dan tidak layak konsumsi.
Penyegelan ini diprotes para petani tebu setempat karena dianggap merugikan mereka yang sudah susah payah menanam tebu selama satu tahun.
Setelah dilakukan uji laboratorium dan serangkaian tes yang dilakukan PPNS Kemendag, ternyata gula-gula tersebut sesuai SNI dan aman dikonsumsi. Karena itu, Kamis kemarin, pihak Kemendag akhirnya membuka segel yang mengelilingi ribuan ton gula tersebut.
Herman Khaeron turut hadir dalam pembukaan segel itu. Di acara itu, hadir juga pihak Kementerian Pertanian (Kementan), manajeman PT RNI, dan para petani yang tergabung dalam Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI).
Herman bersyukur dengan keputusan membuka segel ini. Dia pun mengingatkan otoritas keamanan pangan dan perdagangan tidak gegabah melakukan tindakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Apalagi tindakan tersebut membuat gaduh dan keresahan di masyarakat.
“Aksi penyegelan itu kan sempat bikin ramai. Ini yang harus kita hindari. Ke depan, harus ada upaya yang lebih baik. Gunakan pendekatan-pendekatan persuasif, jangan sampai ada kegaduhan,” kata politisi Demokrat ini.
Aksi penyegelan pabrik gula, kata Herman, tergolong kasus baru. Akibat penyegelan itu, sebagian masyarakat, terutama para petani tebu, kebingungan. Sebelumnya, hasil produksi gula mereka baik-baik saja.
“Akibat dari penyegelan ini, tidak hanya rakyat yang menderita karena tidak bisa menjual gula. Kondisi tersebut juga dipastikan berimbas langsung kepada RNI ataupun PTPN, karena gula-gula yang disegel tersebut sebagian merupakan milik BUMN tersebut, yang tentunya menginginkan gula bisa segera dijual untuk menutupi ongkos produksi,” ucap anggota DPR dari daerah pemilihan Cirebon-Indramayu itu.
Penyegelan itu, tambahnya, bertolak belakang dengan upaya Pemerintah mengejar swasembada gula. Salah satu ucaya mencapai swasembada itu adalah meningkatkan kesejahteraan petani tebu agar terus semangat bercocok tanam. Dengan penyegelan itu, semangat para petani sempat drop.
Akibat penyegelan itu, lanjutnya, petani merasa dipojokkan. Terlebih sebelumnya ada aturan yang begitu banyak yang mengekang mereka, harga jual dibatasi, serbuan gula impor, dan yang lainnya.
Herman berharap, kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari. Pemerintah harus memberikan berbagai kemudahan dan bantuan kepada para petani agar mereka semangat menanam tebu.
“Lahan terus menyusut tiap tahun. Solusi keberlangsungan usaha ini ada di tangan petani. Mereka harus didukung, dibekali pengetahuan, modal, dan aturan yang sedikit dilonggarkan agar minat untuk bertani tebu semakin tinggi dan jalan menuju swasembada pangan semakin dekat,” terangnya.
Herman juga menyinggung soal harga beli yang ditawarkan Bulog sebesar Rp 9.700 per kilogram atas gula hasil produksi petani. Dia meminta harga itu dikaji kembali, karena dirasa terlalu rendah.
“HET (harga eceran tertinggi) kan sudah jelas Rp 12.500 per kilogram. Tentu, ketika ada keluhan dari petani terkait harga, Pemerintah juga harus merespons dan mendengar aspirasi petani. Kalau semuanya duduk bersama membahas persoalan ini, semuanya diuntungkan dan semua pasti senang,” tandasnya. [sam]
sumber: rmol