Keraton Kasepuhan Cirebon

hermankhaeron.info –  Pangeran Sri Mangana Cakrabuana, putra Prabu Siliwangi dari Kerajaan Padjajaran Bogor, tercatat sebagai pendiri Keraton Pakungwati sekitar tahun 1480 M. Kedudukannya sebagai putra mahkota dan tumenggung di Cirebon tak membuatnya ragu untuk memisahkan diri dari Kerajaan Padjajaran. Keputusan tersebut diambil agar beliau lebih leluasa mengembangkan agama Islam dan sekaligus terbebas dari pengaruh agama Hindu, agama resmi Kerajaan Padjajaran.Nama Pakungwati diambil dari nama Ratu Ayu Pakungwati, puteri Pangeran Cakrabuana sendiri. Kelak, Ratu Ayu Pakungwati menikah dengan Syarif Hidayatullah, atau yang lebih populer dengan nama Sunan Gunung Djati. Setelah Pangeran Cakrabuana mangkat, Sunan Gunung Djati naik tahta pada tahun 1483 M. Selain sebagai seorang pemimpin yang disegani, Sunan Gunung Djati juga dikenal sebagai seorang ulama terkemuka di Cirebon.Pada tahun 1568 M Sunan Gunung Djati wafat. Kemudian, posisinya digantikan oleh cucunya, Pangeran Emas yang bergelar Panembahan Ratu. Pada masa Pangeran Emas inilah dibangun keraton baru di sebelah barat Dalem Agung yang diberi nama Keraton Pakungwati. Sejak tahun 1697 M, Keraton Pakungwati lebih dikenal dengan nama Keraton Kasepuhan dan sultannya bergelar Sultan Sepuh.Pada tahun 1988, untuk menjaga dan melindungi keaslian keraton, terutama koleksi benda-benda kuno peninggalan Kesultanan Cirebon, dua ruangan yang berada di bagian depan Keraton Kasepuhan dijadikan museum yang dapat dikunjungi oleh masyarakat luas.

Kereta Singa Barong Kasepuhan

Kereta Singa Barong adalah hasil karya Panembahan Losari, cucu Sunan Gunung Jati, yang dibuatnya pada 1549. Ukiran binatang pada kereta Kereta Singa Barong ini berbelalai gajah yang melambangkan persahabatan Kasultanan Cirebon dengan India, berkepala naga sebagai lambang persahabatan dengan Cina, serta bersayap dan berbadan Buroq yang melambangkan persahabatan dengan Mesir.

Keraton Kanoman

Keraton Kanoman didirikan oleh Sultan Kanoman I (Sultan Badridin) turunan ke VII dari Sunan Gunung Jati (Syarief Hidayatullah) pada tahun 510 tahun Saka atau tahun 1588 Masehi

Kereta Paksi Naga Lima

Kereta Paksi Naga Liman yang merupakan Kereta kebesaran Sunan Gunung Jati dan para Sultan Cirebon ini dibuat pada tahun yang sama dengan Kereta Jempana, yaitu tahun Saka 1350 atau 1428, juga atas prakarsa Pangeran Losari. Kereta Paksi Naga Liman menggabungkan bentuk paksi (burung), naga, dan liman (gajah) yang belalainya memegang senjata trisula ganda. Keistimewaan Kereta Paksi Naga Liman yang disimpan di Keraton Kanoman ini ada pada bagian sayapnya yang bisa mengepak saat kereta sedang berjalan.

Keraton Kacirebonan

Keraton Kacirebonan merupakan keraton yang paling kecil diantara keraton lain yang ad di daerah cirebon.Sejarah Keraton Kacirebonan dimulai ketika Pangeran Raja Kanoman, pewaris takhta Kesultanan Keraton Kanoman bergabung dengan rakyat Cirebon dalam menolak pajak yang diterapkan Belanda, yang memicu pemberontakan di beberapa tempat. Pangeran Raja Kanoman kemudian tertangkap oleh Belanda dan dibuang ke benteng Viktoria di Ambon, dilucuti gelarnya, serta dicabut haknya sebagai Sultan Keraton Kanoman. Namun karena perlawanan rakyat Cirebon tidak juga reda, Belanda akhirnya membawa kembali Pangeran Raja Kanoman ke Cirebon dalam upaya mengakhiri pemberontakan. Status kebangsawanan Pangeran Raja Kanoman pun dikembalikan, namun haknya atas Kesultanan Keraton Kanoman tetap dicabut

Masjid Sang Cipta Rasa

Mesjid Agung Sang Cipta Rasa dibangun pada tahun 1498 M oleh Wali Sanga atas prakarsa Sunan Gunung Jati. Pembangunannya dipimpin oleh Sunan Kalijaga dengan arsitek Raden Sepat (dari Majapahit) bersama dengan 200 orang pembantunya (tukang) yang berasal dari Demak. Mesjid ini dinamai Sang Cipta Rasa karena merupakan pengejawantahan dari rasa dan kepercayaan. Penduduk Cirebon pada masa itu menamai mesjid ini Mesjid Pakungwati karena dulu terletak dalam komplek Keraton Pakungwati. Sekarang mesjid ini terletak di depan komplek Keraton Kesepuhan. Menurut cerita rakyat, pembangunan mesjid ini hanya dalam tempo satu malam; pada waktu subuh keesokan harinya telah dipergunakan untuk shalat Subuh. Nama Masjid Sang Cipta Rasa sendiri mempunyai Makna Filosofi Sang berarti Agung, Cipta berarti Bangunan sedang rasa berarti manfaat, sehingga arti kata Sang Cpta Rasa maksudnya berarti Bangunan yang memilki Manfaat yang Agung/besar yang dikaitkan dengan kegiatan syiar agama islam dan agama di tanah cirebon.Keunikan Masjid ini yaitu dengan diadakannya adzan Pitu (tujuh Muadzin) pada setiap sholat jum’at. Masjid Agung Sang Ciptarasa (sebutan sehari-harinya masjid agung) ini merupakan salah satu bagian dari kraton Kasepuhan. Masjid ini terletak di sebelah barat Alun-Alun Sangkalabuwana (Alun-Alun depan Keraton Kasepuhan). Luas arealnya sekitar 4.750 meter persegi. Di dalamnya terdapat beberapa sakaguru yang berfungsi sebagai penopang struktur bagian atas. Yang lebih menarik lagi adalah saka tatal-nya, yaitu sebuah tihang penopang yang cukup kuat, walaupun hanya terbuat dari serpihan-serpihan kayu.

Makam Sunan Gunung Jati

Makam Sunan Gunung Jati Dihiasi dengan keramik buatan Cina dari jaman Dinasti Ming. Di komplek makam ini di samping tempat dimakamkannya Sunan Gunung Jati juga tempat dimakamkannya Fatahilah panglima perang pembebasan Batavia. Lokasi ini merupakan komplek pemakaman bagi keluarga Keraton Cirebon, terletak + 6 Km ke arah Utara dari Kota Cirebon Jawa Barat.dan makam ini selalu ramai di kunjungi orang untuk berziarah,apalagi waktu malam jum’at

Makam Sunan Gunung Jati yang berada di bukit Gunung Sembung hanya boleh dimasuki oleh keluarga Kraton sebagai keturunannya selain petugas harian yang merawat sebagai Juru Kunci-nya.

Selain dari orang-orang yang disebutkan itu tidak ada yang diperkenankan untuk memasuki makam Sunan Gunung Jati. Alasannya antara lain adalah begitu banyaknya benda-benda berharga yang perlu dijaga seperti keramik-keramik atau benda-benda porselen lainnya yang menempel ditembok-tembok dan guci-guci yang dipajang sepanjang jalan makam.Keramik-keramik yang menempel ditembok bangunan makam konon dibawa oleh istri Sunan Gunung Djati yang berasal dari Cina, yaitu Putri Ong Tien. Banyak keramik yang masih sangat baik kondisinya, warna dan design-nya sangat menarik. Sehingga dikhawatirkan apabila pengunjung bebas keluar-masuk seperti pada makam-makam wali lainnya maka barang-barang itu ada kemungkinan hilang atau rusak.

Pedati Gede Pekalangan

Barangkali tak ada pedati di jagat ini memiliki ukuran raksasa seperti pedati gede ini. Panjang total pedati 8,6 meter, tinggi 3,5 meter dan lebar 2,6 meter. Pedati itu memiliki enam roda besar berdiameter 2 meter dan dua roda kecil berdiameter 1,5 meter. Panjang jari-jari roda besar 90 cm dan panjang jari-jari roda kecil 70 cm.
Pedati Gede Pekalangan adalah rancang bangun teknologi pada zamannya. Roda pedati ini dihubungkan oleh semacam as yang terbuat dari kayu bulat berdiameter 15 cm. As ini kemudian dimasukkan ke dalam poros yang dipasang di setiap roda, yang juga terbuat dari kayu.

Tari Topeng Cirebon

Tari Topeng Cirebon, kesenian ini merupakan kesenian asli daerah Cirebon, termasuk Indramayu dan Jatibarang. Tari topeng Cirebon adalah salah satu tarian di tatar Parahyangan. Disebut tari topeng, karena penarinya menggunakan topeng di saat menari.

Tari topeng ini sendiri banyak sekali ragamnya, dan mengalami perkembangan dalam hal gerakan, maupun cerita yang ingin disampaikan. Terkadang tari topeng dimainkan oleh saru penari tarian solo, atau bisa juga dimainkan oleh beberapa orang.

Tari Topeng ini sesungguhnya secara filsafat menggambarkan perwatakan kehidupan manusia.
Tari Panji : menggambarkan manusia yang suci layaknya seorang prabu, pemimpin yang arif, adil dan bijaksana dan selalu mengerjakan perbuatan yang baik.
Tari Samba : menggambarkan gemerlapnya keduniawian, harta benda, wanita, bermewah – mewah, glamour. Oleh karena itu tarian ini kelihatan lincah dan kaya akan gerak dan irama.
Tari Tumenggung : adalah gambaran dari sikap kehidupan prajurit dan kepahlawanan yang gagah berani. penuh dedikasi, loyalitas dan tanggung jawab yang tinggi.
Tari Kelana / Rahwana : menggambarkan angkara murka, watak manusia yang serakah dan menghalalkan segala cara demi mewujudkan ambisi pribadinya. Namun dia juga adalah pemimpin yang kaya raya, memiliki keduniawian yang tangguh.