Pembentukan Badan Pusat Legislasi Nasional (BPLN), dianggap penting untuk menyelesaikan berbagai aturan yang tumpang tindih. Khususnya antara peraturan daerah dengan pusat seperti kementerian.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) RI Fraksi Demokrat, Herman Khaeron, mengatakan kehadiran BPLN memang sudah sangat dibutuhkan. Dengan begitu, aturan-aturan yang ada di berbagai sektor, khususnya di daerah dan pusat bisa tersinkronisasi.
“Iya butuh karena perlu lembaga yang mensinkronisasi dalam implementasinya,” ujar Herman, dalam pesan Whatsapp nya, Sabtu, (4/1/2020).
Kehadiran BPLN, menurut Herman, dibutuhkan khususnya untuk memaksimalkan pembuatan omnibus law. Dengan adanya BPLN, akan bisa terdata dengan baik pasal apa saja yang perlu masuk omnibus law dan mana yang tidak.
“Menurut saya omnibus law juga tidak akan maksimal dalam implementasinya selama belum ada peraturan yang mengatur antara pasal dalam UU yang masuk dalam omnibus law,” nilai Herman.
Sementara itu, Wakil Ketua Baleg Fraksi PPP, Achmad Baidowi, mengatakan bahwa pembentukan BPLN tergantung pada keputusan pemerintah. Meski begitu, ia yakin ada atau tidak adanya BPLN, pembuatan omnibus law akan tetap bisa berjalan dengan baik.
“Itu tergantung pemerintah. Omnibus Law itu sama statusnya seperti RUU lainnya bukan sesuatu yang istimewa. Bedanya hanya menggabungkan ataupun merevisi pasal-pasal berkaitan dimasukkan dalam satu UU. Jadi proses normal saja pembahasannya antara pemerintah-DPR,” ujar Baidowi dalam kesempatan terpisah.
Sementara itu, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, mendukung pendapat Herman Khaeron. Bagi Lucius, pembentukan BPLN sudah harus dilakukan. Dengan begitu, aturan-aturan yang ada tidak lagi tumpang tindih.
“Pemerintah perlu badan khusus yang bekerja menjawab tantangan penyederhanaan regulasi. Badan ini harus menyisir semua aturan yang ada hingga memetakan mana saja regulasi yang tumpang tindih,” tegas Lucius.
sumber: celebestopnews