hermankhaeron.info – Indonesia menegaskan perlu komitmen global untuk mengatasi kejahatan perikanan. Harus ada aksi dan langkah nyata yang sepadan.
“Kesadaran dan perhatian lebih serius dari masyarakat internasional mengenai pentingnya mengatasi masalah kejahatan perikanan masih perlu terus perkuat dan ditingkatkan,” ujar Dubes/Watap RI Rachmat Budiman, Selasa (18/10/2016) malam waktu setempat.
Sikap tegas itu disampaikan Dubes saat menyampaikan pandangan Indonesia pada Sesi Debat Umum Pertemuan ke-8 Konferensi Negara Pihak Konvensi PBB Menentang Kejahatan Lintas Negara Terorganisir (COP UNTOC) di Wina, Austria pada 17–21 Oktober.
Dalam kedudukannya selaku Ketua Delegasi RI, Dubes menekankan bahwa kejahatan perikanan tidak hanya berdampak besar terhadap lingkungan, namun juga telah menimbulkan ancaman bagi keamanan dan ekonomi negara.
“Dalam banyak kasus, kejahatan perikanan berkaitan erat dengan kejahatan lainnya seperti korupsi, pencucian uang, penyelundupan manusia, perdagangan orang termasuk perbudakan dan kerja paksa, serta perdagangan narkoba,” imbuh Dubes.
Berkaca pada hal tersebut, Indonesia mendorong masyarakat internasional untuk mengambil tindakan bersama pada tingkat nasional, regional dan internasional, untuk memerangi kejahatan perikanan,
“Termasuk upaya penegakan hukum untuk memerangi kelompok kriminal terorganisir yang terlibat, sesuai dengan hukum nasional maupun instrumen internasional yang relevan,” ujar Dubes.
Dalam kaitan ini, Dubes menyampaikan beberapa inisiatif penting Indonesia dalam mengarusutamakan isu kejahatan perikanan, antara lain melalui pelaksanaan High Level Event on Transnational Organized Fisheries Crime pada Sesi ke-25 CCPCJ (Mei 2016), dan menjadi tuan rumah 2nd International Symposium on Fisheries Crime di Yogyakarta (9-11 Oktober 2016).
Selain isu kejahatan perikanan, Dubes pada kesempatan tersebut juga mengangkat pentingnya kerja sama regional dalam memerangi perdagangan manusia.
Disampaikan bahwa Indonesia telah berperan aktif dalam upaya regional untuk memerangi perdagangan manusia dan penyelundupan migran, terutama melalui mekanisme Bali Process.
Sebelumnya, pertemuan tingkat Menteri Bali Process Ke-6 di Bali (Maret 2016) telah menyepakati pembentukan sebuah mekanisme konsultasi untuk meningkatkan kesiapan dan mendorong respon lebih baik di negara-negara anggota dalam menghadapi situasi darurat berkaitan dengan migrasi ireguler.
Mengenai proses pembentukan tinjauan pelaksanaan UNTOC dan Ketiga Protokolnya, Dubes menegaskan bahwa perlu dibangun sebuah kerangka kerja strategis berisi rencana kerja yang jelas dan terstruktur untuk mendukung proses pembentukan mekanisme tinjauan yang dapat terima semua pihak.
Hadir dalam Pertemuan ke-8 COP UNTOC ini lebih dari 200 delegasi negara pihak, negara peninjau dan organisasi internasional terkait.
Pertemuan membahas pelaksanaan UNTOC dan Tiga Protokolnya oleh negara-negara pihak, termasuk bentuk dan perkembangan baru kejahatan lintas negara, kerja sama internasional, bantuan teknis, serta aspek finansial dan pendanaan kegiatan.