Wakil Ketua Komisi VII DPR, Herman Khaeron mengkritik langkah Kementerian BUMN merombak direksi PT Pertamina (Persero). Menurut Herman, perombakan itu menguatkan anggapan bahwa Kementerian BUMN di era Menteri Rini Soemarno gemar melakukan bongkar-pasang direksi BUMN.

“Saya kira di era Menteri Rini, gonta-ganti, gesar-geser direksi adalah hal biasa. Ini pernah terjadi di direksi Perum Bulog, hanya dalam 9 bulan sudah ganti. Kemudian di PT Garam, PT PN [Perkebunan Nusantara] juga gonti-ganti,” kata Herman kepada Tirto, di Jakarta, pada Senin (23/4/2018).

Dia berpendapat jika alasan perombakan direksi Pertamina adalah terkait dengan kinerja Elia Massa Manik sebagai direktur utama, hal itu kurang tepat. Herman menilai Elia sudah cukup baik.

“Kalau karena kinerja, saya kira kinerjanya cukup baik. Kalau terjadi pengurangan keuntungan, itu kan karena penugasan pemerintah baik untuk [penjualan] Premium, Solar, gas, dan BBM Satu Harga di daerah-daerah terdepan, terluar dan tertinggal,” kata dia.

Herman juga menilai alasan perombakan direksi Pertamina tidak tepat jika didasarkan pada kasus kebocoran pipa dan tumpahan minyak di Teluk Balikpapan. Sebab, menurut dia, penyebab insiden tersebut masih diselidiki oleh Polda Kalimantan Timur.

“Dari bukti-bukti awal, patahan pipa itu terjadi karena jangkar kapal MV Ever Judger,” kata Herman.

Herman juga menganggap pencopotan Elia Massa Manik tidak relevan apabila dihubungkan dengan proses pembentukan holding BUMN Migas. Ia menilai proses holdingisasi BUMN migas telah dijalankan Elia dengan baik.

“Baik untuk melakukan penggabungan atau pun menjadikan PGN anak perusahaan, menggabungkan Pertagas ke PGN, untuk inbreng juga berjalan. Jadi, saya tidak mengerti kemudian bahwa [perombakan] ini [disebut] konsekuensi dari pembentukan holding migas,” ujar dia.

Herman menduga persoalan utama yang mendasari perombakan direksi Pertamina pada pekan kemarin adalah ketidakcocokan Elia Massa Manik dengan Menteri Rini Soemarno.

“Kalau diukur dari sisi objektifitas, saya kira [perombakan] tidak terkait dengan persoalan kinerja. Tapi, ada hal lain. Yang tahu hanya pak [Elia] Massa atau bu [Menteri] Rini,” ujarnya.

Herman mengaku telah beberapa kali mengkritik kebijakan Menteri Rini karena tidak memiliki ukuran tepat dalam menilai kinerja direksi BUMN. Dia juga menilai rencana kerja BUMN di era Menteri Rini kurang kurang matang.

Menurut Herman, perombakan direksi BUMN saat baru bekerja dalam waktu singkat bisa mengganggu kinerja perusahaan.

“Kalau orang baru 1 tahun diganti, itu kan belum dapat melakukan akselerasi inovasi dan investasinya dalam menumbuh kembangkan perusahaan [agar] lebih baik dan profesional,” ujar dia.

“Untuk capai target, semestinya diberikan ruang yang cukup bagi direksi untuk tetap memimpin dalam suatu bidang usahanya, jangan sepotong-potong [lalu] ganti. Kapan tugasnya akan menjadi baik?” Dia menambahkan.

sumber: tirto