hermankhaeron.info – Dalam kunjungan kerja Komisi IV DPR ke Kabupaten Sorong, Papua Barat, beberapa waktu lalu, terungkap adanya permasalahan irigasi di lahan eks transmigrasi di daerah tersebut. Hal itu dipaparkan Wakil Bupati Sorong Suka Harjono kepada tim kerja yang diketuai Herman Khaeron yang juga merupakan wakil ketua Komisi IV DPR. “Daerah sawah di sini masih berharap pada hujan, baru bisa jalan. Berharap ada sumber air dan untuk lahan ada pipanisasi juga,” kata Harjono.

Harjono menjelaskan, wilayah pertanian di Kabupaten Sorong memang masih berfokus di lahan eks transmigrasi, meski desa-desa lainnya yang dihuni masyarakat asli Papua juga sedang mulai dikembangkan ke arah pertanian. Namun, Harjono mengakui kendala dalam membuka dan mengembangkan lahan pertanian, yaitu keberadaaan sumber air.

raja ampat

Sebab, selama ini pertanian di Kabupaten Sorong hanya bergantung pada air hujan. Jika tidak ada hujan, wilayah pertanian akan kering. Padahal, hasil pertanian dan peternakan dari Kabupaten Sorong untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di Sorong Raya, yaitu di Kabupaten Sorong, Kabupaten Sorong Selatan, Kota Sorong, dan Kabupaten Raja Ampat.

Tak jarang Kabupaten Sorong disebut sebagai lumbung pangan Sorong Raya. Untuk pengembangan wilayah pertanian, Pemkab Sorong juga berencana membuka 1.200 hektare lahan baru. Oleh karena itu, Harjono meminta agar pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Pertanian, membangun pipanisasi atau jaringan irigasi untuk mengairi wilayah pertanian di Kabupaten Sorong.

Harjono meyakini, sistem pengairan ini tidak hanya bermanfaat bagi pertanian, tapi juga peternakan yang juga berpotensi besar untuk dikembangkan di Kabupaten Sorong, terutama ternak sapi. “Daging sapi semua ada di Kabupaten Sorong, termasuk unggas. Sayur-mayur juga dari Kabupaten Sorong, jadi pemasar untuk masyarakat Sorong Raya. Di sini, juga ada perkebunan kelapa sawit. Keberadaan sistem pengairan sangat penting,” ujarnya.

Direktur Pengelolaan Air Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Tunggul Imam Panudju mengatakan, pemerintah telah menggelontorkan anggaran untuk membangun irigasi seluas 2.500 hektare, enam unit embung, dan alsintan kepada Pemkab Sorong.

Akan tetapi, karena Kepala Dinas Pertanian Pemkab Sorong masih dijabat pelaksana tugas (plt), bantuan anggaran dari pemerintah pusat belum sampai ke lapangan. Oleh karena itu, Tunggul meminta kepada kepala daerah Sorong untuk segera menetapkan Kepala Dinas Pertanian Pemkab Sorong yang definitif.

Lagi pula, Tunggul menjelaskan, keberadaan irigasi merupakan salah satu syarat utama dalam cetak sawah. Dari delapan syarat utama tersebut, selain adanya irigasi atau sumber air, yaitu status lahan yang jelas, ada petaninya, ada kemauan petani untuk bercocok tanam, dan juga ada petugas penyuluhnya. “Karena, syarat-syarat tersebut harus dipenuhi sebelum cetak sawah. Jadi, saya tidak ingin dengar, cetak sawah tapi nggak ada irigasinya,” ujar Tunggul.

Selain itu, Tunggul juga menagih Pemkab Sorong yang belum juga memberikan pemetaan cetak sawah berupa gambar dan foto kepadanya. Selain itu, pemetaan jaringan irigasi juga harus segera diberikan. Jika pemetaan tersebut segera diberikan, dalam dua bulan ke depan sudah bisa dibangun jaringan irigasinya.

Ketua Tim Kerja Komisi IV DPR Herman Khaeron mengatakan, untuk meringankan beban petani, DPR mendorong untuk menjalankan subsidi agar biaya operasional petani bisa ditekan. Selain subsidi pupuk, juga ada anggaran untuk pembangunan irigasi, perluasan area sawah, dan subsidi benih. Herman juga meminta agar para petani di Papua Barat memanfaatkan adanya asuransi pertanian.

Tahun ini ditargetkan asuransi pertanian mampu mengasuransikan tiga juta hektare. Asuransi ini berguna jika lahan sawah kebanjiran atau gagal tanam, ada penggantian dari asuransi.  Untuk pembayaran asuransi, lanjutnya, para petani juga jangan khawatir akan memberatkan.

Karena, negara akan membayar premi sebesar 80 persen. Asuransi ini membayar Rp 186 ribu, maka petani hanya membayar sebesar Rp 36 ribu. “Jika gagal panen, akan dibayarkan Rp 6 juta untuk petani memulai lagi,” katanya.

sumber : republika