hermankhaeron.info – Seolah menjadi siklus rutinitas, permintaan daging sapi pada bulan puasa Ramadhan dan Idul Fitri meningkat, sementara ketersedian daging tidak sesuai dengan permintaan. Alhasil, harga daging terus meroket.
Wakil Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Herman Khaeron mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan daging dengan harga terjangkau, pemerintah harus mencontoh pola seperti di komoditas beras.
Pemerintah memiliki stok beras mencapai 3 juta ton -3, 5 juta ton. Untuk menstabilkan harga beras, selain dengan operasi pasar, pemerintah menyalurkan beras miskin kepada 15,5 juta rumah tangga sasaran (RTS). Setiap bulan didistribusikan 270 ribu ton beras raskin dengan harga murah. Nah pola seperti ini yang harus dilakukan untuk komoditas daging sapi, bawang merah, cabai dan telur serta daging ayam.
“Ini pola bisa dilakukan di komoditas strategis lain seperti daging sapi, holtikultura, daging ayam, telur semestinya dikuasai oleh negara. Kita kan menganut sistem Pancasila. Negara hadir didalam hidup orang banyak terutama urusan pangan,” ujar Herman Khaeron, dalam perbincangan bersama Radio Republik Indonesia, Kamis (9/6/2016).
“Kalau beras dipersiapkan dengan baik. Bertahun-tahun raskin dipertahankan sebagai instrumen untuk menjaga ketersediaan dan keterjangkuan pangan,” ujar politisi Partai Demokrat.
Herman mengungkapkan, selama Ramadhan dan Idul Fitri, permintaan daging sapi meningkat dua kali lipat, yakni 100 ribu ton-120 ribu ton. Padahal normalnya 50 ribu ton perbulan. Kebutuhan daging sapi setiap tahun 600 ribu ton. Jumlah itu dengan rincian 400 ribu ton dipenuhi dalam negeri dan 200 ribu ton di impor.
“Kalau 120 ribu ton kemudian diguyur 150 ribu ton daging sapi kan tidak bisa berbuat apa-apa. Teori pasar harus 20 persen pemerintah mampu mengontor pasar,” ujarnya. (Sgd/DS)
sumber : rri