Rencana pembentukan bank tanah yang akan diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan, dinilai sudah tepat. Ketua Panja RUU Pertanahan Herman Khaeron menilai, pemerintah perlu melakukan intervensi agar harga tanah tetap terkendali. Sebab, jumlah lahan yang ada kian terbatas, sementara jumlah penduduk semakin meningkat.
“Jika tidak ada intervensi dari Negara maka Negara tidak dapat mengontrol harga tanah, sehingga laju inflasi tidak dapat ditekan dan ketimpangan penguasaan tanah semakin lebar,” dalam keterangan tertulis, Minggu (18/8/2019). Tingginya permintaan itulah yang pada akhirnya mengakibatkan harga tanah semakin tinggi. Terutama di kota-kota besar seperti Jakarta yang menjadi pusat arus urbanisasi.
Sementara itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A Djalil mengungkapkan, secara de facto saat ini negara tidak memiliki tanah. Dampaknya, pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah pun akan cukup sulit.
Dalam RUU Pertanahan, nantinya bank tanah akan dibentuk pemerintah untuk menghimpun, mengolah, dan mendistribusikan tanah untuk kepentingan umum, sosial, pembangunan/investasi, dan pemerataan ekonomi.
“Sehingga apabila akan melakukan investasi kita dapat berikan melalui bank tanah, di Vietnam semua tanah merupakan tanah negara, sehingga kemudian Samsung melakukan investasi di sana, karena perolehan tanahnya mudah,” ungkapnya.
Akademisi IPB I Ketut Sunarminto menilai, pembentukan bank tanah dapat memberikan kepastian terhadap investasi. Sering kali investor yang telah mendapatkan izin usaha, masih butuh beberapa tahun untuk membebaskan lahan yang dibutuhkan.
Akibatnya, proyek yang seharusnya dapat mereka kerjakan terkesan mangkrak. “Saya sepakat jika ada Bank Tanah yang fungsinya adalah menyediakan tanah yang clean and clear karena baik untuk kepentingan investasi maupun kepentingan umum,” ujarnya.
sumber: kompas