hermankhaeron.info – Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Herman Khaeron mengingatkan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman untuk melunasi kekurangan bayar subsidi pupuk pemerintah kepada PT Pupuk Indonesia (Persero).
“Saya ingin mengingatkan Pak Menteri terkait kurang bayar subsidi pupuk Kementerian Pertanian sebesar Rp 17,95 trilliun. Harus cari jalan keluar untuk itu. karena kalau tidak terbayarkan juga pada tahun 2019 seluruh pabrik pupuk bisa tutup,” ujar Herman di Jakarta, Rabu (13/9/2017).
Hal senada juga diungkapkan anggota Komisi IV lainnya, OO Sutisna mengatakan permasalahan kurang bayar subsidi pupuk sebelumnya sudah ada kesepakatan akan diselesaikan melalui Kementerian Keuangan. Namun hingga saat ini belum terdengar tindak lanjutnya seperti apa.
“Jangan sampai permasalahan kurang bayar subsidi pupuk itu membuat pabrik-pabrik yang notabene merupakan BUMN menjadi kolaps. Jika hal itu terjadi efeknya akan sangat panjang, salah satunya terjadi peningkatan pengangguran,” tandasnya.
Mentan mengakui berdasarkan audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), masih ada kewajiban kurang bayar subsidi pupuk oleh Kementerian Pertanian pada tahun 2014 2015 sebesar Rp 14,99 triliun.“Pihaknya juga telah berkirim surat kepada Menteri Keuangan pada tanggal 27 Januari 2015 untuk penyelesaian hal tersebut, ditambah dengan kurang bayar subsidi pupuk pada tahun 2016 sebesar Rp 2,96 triliun,” jelas Amran.
Amran mengatakan rancangan anggaran tahun 2018, dimana pagu anggaran untuk subsidi pupuk tahun 2018 adalah sebesar Rp 28,5 triliun dengan volume pupuk 9,55 juta ton.“Untuk itu pihaknya berharap agar Komisi IV DPR dapat membantu mendorong penyelesaian kurang bayar tersebut,” ujar Amran.
Sebelumnya, Kepala Corporate Communication Pupuk Indonesia, Wijaya Laksana kepada kabarbisnis.com menjelaskan salah satu faktor terjadinya kurang bayar subsidi pupuk karena perusahaan pupuk menggunakan asumsi perhitungan subsidi pupuk dua tahun sebelumnya. Tak ayal, ketika BPK melakukan audit sejumlah asumsi seperti kurs rupiah terhadap dolar, inflasi dan harga gas sudah berubah.
Menurut Wijaya dalam satu tahun terdapat eskalasi kenaikan harga gas sebesar 3%. Misalnya Harga Pokok Produksi (HPP) untuk pupuk urea bersubsidi sebesar US$ 240.Wijaya mengatakan adanya audit BPK menjadi referensi bagi produsen pupuk agar pemerintah segera membayar utang karena hal ini akan sangat membantu arus kas perusahaan. Dengan begitu , nantinya akan memperbaiki kinerja produsen untuk mendistribusikan pupuk kepada petani.
Wijaya tidak menampik besarnya tunggakan sekaligus kesanggupan pemerintah mencicil pembayaran tersebut menyebabkan manajemen harus berpikir kreatif menggali sumber pendanaan seperti obligasi dan pinjaman perbankan. “Kita masih punya dana cadangan sehingga tidak membebani cash flow perusahaan,” harap Wijaya.
Menurut Wijaya utang pemerintah kepada produsen pupuk tahun 2016 lalu mencapai lebih Rp 20 triliun. Namun Kementerian Keuangan mencicil pembayaran lebih dari Rp 2 triliun, sehingga posisi akhir utang pemerintah seperti yang tertulis dalam laporan BPK sebesar Rp 17,95 triliun.
“Untuk tahun anggaran 2016 tidak ada masalah pembayaran subsidi pupuk. Cuma ada proses administrasi pembayaran. Kita lihat yang bermasalah justru di tahun anggaran 2014 dan 2015 (kurang bayar utang subsidi pupuk red) , belum ada kejelasan,” kata Wijaya
Wijaya mengingatkan pembiayaan produsen pupuk yang diantaranya berasal dari pinjaman bank akan mempengaruhi terhadap besaran utang.Pasalnya bunga dari pinjaman perbankan pabrik pupuk itu akan dikonversikan kedalam komponen utang pokok subsidi pupuk. ”Sebetulnya untuk kebaikan pemerintah sendiri,” ujarnya.kbc11
Sumber: kabarbisnis