Wakil Ketua Komisi II DPR Herman Khaeron mendesak pemerintah dapat meyakinkan masyarakat agar data kependudukan yang diakses swasta terjamin keamanannya atau tak diperjualbelikan.
“Publik harus diyakinkan bahwa akses kepada pihak swasta juga terjamin keamananya dan tidak diperjualbelikan,” kata Herman kepada CNNIndonesia.com menanggapi pemberian akses data kependudukan oleh Kemendagri kepada swasta, Rabu (24/7).
Tak hanya itu, Herman berharap ada penjelasan dari pihak Kemendagri bagaimana proses pemantauan pemberian data pribadi kepada swasta selama ini. Ia mengatakan tak perlu dilanjutkan bila tak ada keuntungan bagi negara.
“Bagaimana pemantauannya dengan jutaan data tersebut? Dan apakah ada benefit bagi negara dan warga negara?” ujar Herman.
Politikus Partai Demokrat itu secara pribadi mengaku keberatan dan meminta Kemendagri berhati-hati dalam memberikan akses data pribadi yang terkandung dalam KTP elektronik (e-KTP) kepada perusahaan swasta.
“Terkait dengan akses data KTP elektronik terhadap pihak swasta tentu harus hati-hati dan memenuhi aturan perundang-undangan,” kata Herman.
“Sejauh mana akses tersebut diberikan harus ada batasan dan dasar aturan perundang-undangan yang saling mendukung dan tidak bertentangan,” sambungnya.
Meski akses swasta pada data tersebut merujuk pada Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, Herman menekankan agar pemerintah tetap menjaga kerahasiaan data masyarakat agar tak disalahgunakan pihak yang tak bertanggungjawab.
“Namun tetap harus menjaga kebenaran dan kerahasiaan data pribadi seluruh warga negara,” ujarnya.
Di satu sisi, Herman setuju agar Indonesia menerapkan single number identity untuk keperluan administrasi pada berbagai aspek kehidupan bernegara.
Sebelumnya, kerja sama antara Dukcapil Kemendagri dengan anak perusahaan PT Astra International menjadi polemik. Sejumlah pihak merasa cemas data pribadi bisa diakses korporasi.
Dua anak perusahaan yang dimaksud antara lain PT Federal International Finance dan (FIF) dan PT Astra Multi Finance (AMF).
Dalam poin kerja sama itu, perusahaan dapat mengakses Nomor Induk Kependudukan (NIK), Data Kependudukan dan Kartu Tanda Penduduk (e-KTP) milik Ditjen Dukcapil. Data diberikan untuk menunjang proses verifikasi data calon konsumen.