Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang sekarang ini ditangani oleh Kementerian Sosial (Kemensos) menjadi ancaman serius bagi Perum Bulog.
Hal tersebut disampaikan Anggota Komisi VI DPR RI, Herman Khaeron, kepada TribunCirebon.com saat mengecek persediaan beras di Gudang Bulog Pekandangan Jalan Soekarno-Hatta Indramayu, Minggu (5/1/2020).
Herman Khaeron mengatakan, hadirnya program BPNT mengantikan program beras sejahtera (Rastra) atau program beras bagi warga miskin (Raskin) membuat Perum Bulog kehilangan outlet untuk menyalurkan beras.
“Hal ini juga yang membuat stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) menumpuk di gudang-gudang Bulog,” ujar dia.
Herman Khaeron menjelaskan, Perum Bulog diminta menyerap beras dari petani dalam skala besar sebagai bentuk tugas dan kewajiban.
Namun, di sisi lain dalam program BPNT itu justru tidak sepenuhnya beras yang disalurkan memakai beras Bulog, tidak seperti pada saat program Rastra/Raskin dahulu.
Terlebih sekarang ini banyak e-warung yang menjadi outlet penyaluran beras juga dipasok oleh pihak swasta.
Atau dengan kata lain, ada perbandingan yang timpang antara pemasukan dan pengeluaran beras Bulog, sehingga menyebabkan beras-beras itu menumpuk dan Bulog kehilangan outlet-outlet penyaluran beras.
Demi menyelamatkan perusahaan plat merah di bidang pangan itu, ditegaskan Herman Khaeron, eksekutor atau pelaksana program BPNT harus dikembalikan sepenuhnya kepada Perum Bulog atau seperti pada program Rastra/Raskin.
Sedangkan untuk kebijakan regulasinya, semisal penetapan keluarga penerima manfaat (KPM), jenis-jenis pangan, dan lain-lain, regulasinya diatur oleh Kemensos.
Menurut Herman Khaeron, dengan mengembalikan BPNT ke Bulog maka Bulog bisa menjalankan tugasnya sebagai buffer atau cadangan stok padi nasional, stabilisasi harga, serapan gabah dari para petani, serta pendistribusian yang merata ke seluruh Indonesia.
“Maka saya katakan, sangat mudah menyelesaikan permasalahan Bulog, sudah saja tinggal eksekutor BPNTnya itu dipindahkan kepada Bulog,” ujarnya.
Menurut Herman Khaeron, pengembalian eksekutor BPNT kepada Perum Bulog juga dipertegas dalam UU Nomor 18 Tahun 2012.
Di dalamnya menerangkan, negara menjamin terhadap keterjangkauan, ketersedian pangan secara cukup, beragam, bergizi dan seimbangan, sehingga menjadikan beras atau pangan pokok sebagai hak asasi manusia.
“Secara normatif, saya sudah menyampaikan kepada kementerian terkait pemindahan BPNT ke Bulog, tapi belum ada rapat secara khusus,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Perum Bulog Cabang Indramayu, Safaruddin mengatakan, antara program Rastra/Raskin dengan BPNT memiliki ketimpangan yang sangat mencolok.
Jika pada program Rastra/Raskin dahulu Perum Bulog Cabang Indramayu bisa menyalurkan sebanyak 2.500 ton beras per bulan.
Namun, pada realisasi penyaluran BPNT, rata-rata pada 4 bulan terakhir hanya sekitar 450 ton beras per bulan saja.
“Penyaluran BPNT itu kalau dirata-rata ada sekitar 450 ton dalam sebulan, hitungannya selama 4 bulan, dari September-Desember,” ujar dia.
Caption: Anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron saat mengecek persediaan beras di Gudang Bulog Pekandangan Jalan Soekarno-Hatta Indramayu, Minggu (5/1/2020)
sumber: tribun