hermankhaeron.info – Sejumlah program telah digelar Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk membantu para petani garam. Salah satunya melalui program pengembangan garam rakyat (Pugar).
Sejak dirilis pada tahun 2016, pemerintah melalui KKP turun ke sejumlah daerah untuk menyosialisasikan program Pugar tersebut, salah satunya adalah ke Cirebon.
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP, Brahmantya Satyamurti Poerwadi di sela-sela kegiatannya di Cirebon mengatakan, lewat program ini, para petani garam di satu lokasi yang berdekatan bisa dikumpulkan. Selanjutnya, lahan-lahan dari petani tersebut dijadikan satu hamparan untuk pengelolaan garam. Selama ini, para petani melakukan produksi sendiri-sendiri, padahal idealnya petani dalam satu hamparan tersebut bisa melakukan panen serentak,
“Namanya konsolidasi lahan, minimal 15 hektare kemudian diberikan sarana infrastruktur pendukung. Misalkan, gudang, dan lain-lain. Untuk Cirebon kan sudah kita bangunkan. Ada di Bungko, itu bukan gudang milik KKP, kita hanya membangun saja,” katanya.
Ditambahkannya, tujuan utama dari program tersebut tidak lain agar para petani garam rakyat bisa menjual dengan harga yang lebih baik. Dimana saat ini persoalan yang ada di tingkat petani garam adalah terkendalanya penggudangan atau penyimpanan garam.
“Jika harga sedang murah, petani bisa menyimpan terlebih dahulu. Kapasitas gudang yang kita bangun di Cirebon itu sekitar 2.000 ton. Tidak menutup kemungkinan akan kita bangun gudang lagi, syaratnya ada konsolidasi lahan, pengelolaannya jelas,” imbuhnya.
Dijelaskannya, beberapa keuntungan akan diterima oleh petani garam dengan ikut ke dalam konsolidasi lahan pertanian dan penggudangan, dimana setelah garam disetorkan, petani akan mendapatkan resi atau bukti penyimpanan garam.
“Bukti resi ini kemudian dapat digunakan sebagai agunan di bank jika petani garam membutuhkan uang,baik untuk modal atau untuk pengembangan usaha garam lainnya, selain itu untuk penjualan, petani tidak usah khawatir karena PT garam sudah komitmen akan menampung garam petani,” paparnya
Namun demikian, persoalan garam rupanya tidak sesederhana rasanya, untuk pengelolaan si putih “mutiara” dari laut ini sampai harus diatur oleh beberapa kementerian, di antaranya oleh Kementrian Perdagangan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
KKP sendiri berdasarkan turunan UU No 7 tahun 2016, KKP akan membuat peraturan menteri KKP. Namun sebelum sampai tahap tersebut KKP akan berkirim surat terlebih dahulu ke kementerian lain yang mengelola garam sehingga rekomendasinya bisa satu pintu dari KKP.
Bahkan, untuk pengelolaan kuota impor pun dibedakan, jika impor garam itu untuk konsumsi maka regulatornya ada di kementerian KKP, sementara jika importir swasta maka regulasinya lebih panjang karena ada di Kementerian Perdagangan.
“Kita hanya mengelola yang kuota impor untuk konsumsi, yang dalam waktu dekat akan datang sekitar 75 ribu ton. Sementara untuk importer swasta, regulasinya ada di Kemendag,” tutur Brahmantya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Dr Ir Herman Khaeron MSi menuturkan, saat ini para petani di sejumlah daerah termasuk Cirebon sudah mulai melakukan produksi. Tingginya harga garam di pasaran saat ini, bahkan bisa dirasakan oleh petani.
“Saya ketemu petani, dan memang harga garam paling tinggi ya sekarang, lagi tinggi-tingginya,” ujar pria yang akrab disapa Hero tersebut.
Namun menurutnya, yang terjadi saat ini, belum masuk kategori ideal. Oleh karena itu, pemerintah harus melakukan penghitungan secara cermat dan tepat, sehingga ada harga acuan di tingkat produsen dan konsumen untuk menghindari adanya hal-hal yang tidak diinginkan.
“Kita juga inventarisasi, apakah harga yang saat ini akibat rantai distribusi yang terlalu panjang Atau ada penyebab lain. Idealnya memang harus ada HET, harga eceran tertinggi,” ungkapnya.
HET ini menurut Hero, bisa melindungi petani garam disaat stok garam melimpah, begitu pula bisa melindungi konsumen dikala stok garam menipis. (dri)
sumebr: radarcirebon