KAHMI sebut respons beragam Omnibus Law, baik untuk demokrasi

Koordinator Presidium Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Indonesia (KAHMI) Herman Khaeron menyatakan bahwa banyaknya respons yang beragam tentang Omnibus Law dari kalangan masyarakat merupakan hal yang baik untuk demokrasi nasional.

“Luar biasa respons dari masyarakat (terkait Omnibus Law). Ini hal positif bagi demokrasi,” kata Herman Khaeron saat membuka acara Diskusi Kontroversi Omnibus Law yang digelar di KAHMI Center, Jakarta, Rabu.

Menurut Herman Khaeron yang juga merupakan anggota DPR RI ini, hal yang paling disorot pada saat ini terkait Omnibus Law adalah bidang perburuhan.

Selain itu, ujar dia, proses dari perkembangan Omnibus Law  juga dinilai sangat dinamis, yang terbukti saat ini juga semakin menguat mengenai Omnibus Law tentang perpajakan.

Namun, ia meyakini bahwa proses pembahasan dari berbagai Omnibus Law itu pasti akan sangat panjang karena akan melewati berbagai tahap hingga Sidang Paripurna.

KAHMI, lanjutnya, berkomitmen untuk membantu dengan menciptakan tim konsultasi publik yang bersama-sama elemen masyarakat lainnya akan membahas, mengkaji, dan mengupas tentang berbagai daftar inventarisasi masalah dalam Omnibus Law itu.

Herman Khaeron menegaskan Omnibus Law harus membawa keadilan bagi seluruh rakyat serta memastikan pembangunan tetap berkelanjutan.

Sebelumnya, Indonesia for Global Justice (IGJ) menekankan perlunya pembahasan Omnibus Law perlu lebih transparan dan melibatkan banyak organisasi publik supaya mendapatkan partisipasi masyarakat yang lebih luas ke depannya.

“Pandangan kami melihat Omnibus Law, pertama arah perubahan regulasi perdagangan seperti apa yang akan dilakukan oleh pemerintah di dalam Omnibus Law. Hal ini dikarenakan tidak adanya proses transparansi publik terkait dengan draf teks RUU tersebut yang untuk kemudian didiskusikan dengan partisipasi publik yang luas,” kata Direktur Eksekutif IGJ Rachmi Hertanti di Jakarta, kemarin.

sumber: antara

Komisi II DPR RI Dorong Kota Cirebon Ciptakan Pemilu Berkualitas

Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) meminta Pemerintah Indonesia dan dunia internasional mendesak Dewan HAM dan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengambil langkah-langkah prevensi dan proteksi terhadap kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Otoritas China terhadap minoritas Uighur di Xinjiang.

Desakan itu merupakan salah satu poin dalam pernyataan sikap yang disampaikan KAHMI menyikapi kasus kekerasan terhadap muslim Uighur oleh Pemerintah China.

“Mengutuk keras persekusi dan kebiadaban rezim komunis China terhadap etnis minoritas Muslim Uyghur di provinsi Xinjiang,” tulis pernyataan sikap MN KAHMI yang ditandangani Koordinator Presidiun MN KAHMI, Herman Khaeron dan Sekretaris Jenderal Manimbang Kahariady yang diterima SINDOnews, Kamis (19/12/2019).

MN KAHMI juga berencana untuk menyampaikan pernyataan sikapnya dengan melakukan unjuk rasa di depan Istana Merdeka dan Kedutaan Besar Cina di Jakarta Jumat (20/12/2019).

MN KAHMI juga menyatakan mendukung pernyataan sikap 22 negara terutama Uni Eropa, Amerika Serikat, Jepang, Australia dan Selandia Baru yang mengecam perlakuan otoritas Cina terhadap warga Uighur di Xinjiang.

“Mengecam keras 37 negara, termasuk Arab Saudi, Aljazair dan Rusia yang membela kebiadaban otoritas komunis Cina atas warga Uighur di Xinjiang tanpa adanya klarifikasi terhadap pemberantasan terorisme dan penentangan terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan Otoritas China etnis minoritas Uighur,” tulis pernyataan sikap MN KAHMI.

MN KAHMI menyayangkan sikap Presiden Joko Widodo yang dinilai tidak proaktif dalam merespons permasalahan Uighur. “KAHMI sangat menyesalkan sikap pemerintah Indonesia yang tidak tangkas dalam merespons persekusi yang dialami warga Uighur di Xingjiang,” tulis pernyataan sikap MN KAHMI.

Organisasi ini juga menginstruksikan seluruh aparat KAHMI di semua jenjang kepemimpinan (Majelis Wilayah KAHMI dan Majelis Daerah KAHMI) menggalang gerakan simpatik dan doa bersama sebagai bentuk empati dan simpati pada kaum muslimin di Uighur.

sumber: sindonews