hermankhaeron.info – Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Herman Khaeron, mengungkapkan bahwa industri pertanian adalah ruang usaha rakyat, dan sesuai dengan prinsip ekonomi Pancasila, maka negara harus hadir dalam menjamin kesejahteraan petani. Namun di sisi lain, juga sangat penting bagi Pemerintah untuk mampu menjaga stabilitas harga pangan di tingkat konsumen.
“Undang-Undang (UU) Nomor 18 tahun 2012 tentang pangan telah menggariskan bahwa pangan adalah hak azasi manusia, dan dalam pemenuhannya kepada setiap individu masyarakat bahwa pangan harus tersedia dan terjangkau secara cukup, beragam dan bergizi seimbang,” ungkapnya kepada wartawan, Jakarta, Senin (1/5/2017).
Menurut Herman, Indonesia dikaruniai oleh Yang Maha Kuasa sebagai negara agraris, dan karenanya sepanjang tahun dapat memproduksi pangan sesuai keunggulan komoditasnya. Namun, masalahnya juga sangat banyak, bahkan sepertinya sudah membudaya.
Herman menjelaskan, persoalan lahan, air, benih, pupuk, permodalan, teknologi, dan perubahan iklim menjadi masalah produksi yang selalu menghantui petani. Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan daya beli masyarakat juga terus menerus menjadi faktor meningkatnya permintaan terhadap pangan, sehingga butuh upaya ekstra dalam pemenuhannya.
“Saat ini, penduduk kita sebesar 255 juta jiwa, total luas lahan darat kita 1,9 juta km2, dengan luas lahan pertanian pangan hanya 7,5 juta Ha. Sejalan dengan pembangunan infrastruktur dan kebutuhan pembangunan lainnya di negeri ini, lahan pertanian produktif tergerus terus, dan ke depan akan menjadi semakin sempit. Begitu juga dengan ketersediaan air sebagai sumber utama produksi pertanian semakin menurun daya dukungnya,” ujarnya.
Sementara itu, lanjut Herman, petani hanya terlibat dalam budidaya pertanian saja, petani hanya terbatas dalam usaha menanam atau budidaya dan tidak menikmati pasca panen. Ruang keuntungan di pasca panen hanya dinikmati oleh para pedagang dan industri yang sebagian besar dikuasai oleh pemodal, dan disinilah sesungguhnya keuntungan terbesar di sektor pangan. Sehingga selalu saja muncul stigma permainan para spekulan, kartel, atau mafia pangan dalam perjalanannya.
Herman menuturkan, pasca dilikuidasinya organisasi pemerintah setingkat eselon 1 pasca panen, baik di Kementerian Pertanian maupun di Kementerian Kelautan dan Perikanan, tidak ada yang mengurusi pasca panen. Padahal dalam UU 18 tahun 2012 tentang pangan, justru mengharuskan dibentuknya Lembaga Pangan Nasional di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden, yang semestinya menurut amanah UU sudah terbentuk pada November 2015 lalu, yang sampai saat ini belum juga terbentuk.
“Menanggapi apa yang menjadi pernyataan presiden, saya merespon secara positif dan berharap pemerintah konsen terhadap persoalan pangan dengan berbagai upaya intensifikasi, ekstensifikasi, dan diversifikasinya, dengan segera membentuk Lembaga Pangan Nasional, mempermudah permodalan, dan melibatkan petani dalam perannya di pasca panen, sejalan dengan itu, pembangunan infrastruktur dan suprastruktur lainnya di bidang pertanian juga mendapat perhatian prioritas dari pemerintah,” katanya.
Pewarta: DM/Rudi Niwarta
sumber: nusantaranews