Komisi VII Desak Pemerintah Evaluasi Proyek Listrik 35 Ribu MW

Kunjungan Kerja Komisi II DPR RI ke Kantor Wilayah BPN Provinsi Sulawesi Selatan telah melakukan pengawasan dan pemantauan pada program Reforma Agraria dan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) serta penyelesaian konflik agraria. Wakil Ketua Komisi II DPR RI Herman Khaeiron menyampaikan setiap informasi dan masukan tentang agraria akan dijadikan landasan untuk penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan.

Herman sebagai Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Pertanahan menjelaskan, RUU Pertanahan ini sebagai komplementasi untuk melengkapi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Sebab, saat ini banyak sekali yang sudah berubah dalam masyarakat, dalam penyelenggaraan negara dan dinamika ekonomi.

Menurutnya UU Nomor 5 tahun 1960 masih bersifar lex generalis untuk melangkapi itu makan RUU Pertanahan akan disusun bersifat lex specialis. “Belum ada pengaturan secara khusus, kami berharap Undang-Undang Pertanahan menjadi lex specialis, dari lex generalis, Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960,” jelas Herman di Makassar, Kamis (27/9/2018).

Dia mengatakan, setiap informasi dan masukan yang terkait dengan ke-agrarian, akan dijadikan dasar pertimbangan penyusunan RUU Pertanahan. “Kami ingin menjadikan Undang-Indang Pertanahan ini sebagai landasan hukum, karena bagaimana pun Undang-Undang Agraria nomor 5 tahun 1960, itu kan lex generalis, sangat umum, mengatur agraria di Indonesia, tetapi untuk mengatur tatacara pertanahan secara nasional sebagai hak penguasaan negara perlu aturan lex specialis,” ungkap Herman.

Terkait dengan Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) pelaksanaannya telah diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 12 Tahun 2017 tentang Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dan Instruksi Presiden No. 2 Tahun 2018 tentang Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap di Seluruh Wilayah Republik Indonesia.

“Kami sudah melakukan pertemuan, terkait PTSL sudah di atas 60 persen dan untuk Reforma Agraria sudah dijalankan terus, sudah 70 persen. Dan konflik-konflik agraria harus ada tatacara yang memastikan bahwa pemberian status atas hak tanah itu harus memiliki kekuatan hukum, sehingga tidak menjadi konflik di kemudian hari,” beber Herman.

PTSL atau sertifikasi tanah ini merupakan upaya pemerintah untuk menjamin kepastian hukum atau hak atas tanah yang dimiliki masyarakat. Selain itu, sertifikat tanah dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk modal pendampingan usaha yang berdaya dan berhasil guna bagi peningkatan kesejahteraan hidupnya. (dpr/chan)

sumber: parlementaria