DPR juga Kawal Penggabungan Pertamina-PGN

PANITIA Kerja (Panja) Minyak dan Gas Komisi VII DPR menyambangi kantor PT Pertamina dan PGN. DPR juga mendalami bisnis proses kedua perusahaan untuk evaluasi tata keola migas guna mewujudkan ketahanan energi nasional.

“Kita melihat sejauh mana ketahanan energi kita, sejauh mana ketahanan Pertamina untuk distribusi dengan langsung mengecek ke control room dan terlihat cukup aman dengan stok aman sampai 70 hari,” terang Ketua Panja Migas sekaligus Ketua Komisi VII DPR, Herman Khaeron di sela kunjungannya di kantor Pertamina, Jakarta, Selasa (13/2).

Ia menjelaskan DPR mendorong Pertamina bekerja secara terintegrasi mulai hulu sampai hilir. Hal itu sudah dilakukan Pertamina melalui pengawasan langsung seluruh aktivitasnya melalui ruang khusus pengawasan atau control room.

“Di sisi lain (kunjungan ini untuk mendapatkan masukan) sebab kami sedang menyusun RUU EBT dan meminta respons Pertamina soal EBT. Sisi lain, kami mendorong agar Pertamina menjadi BUMN yang kuat dan menunjukkan kebesaran sebuah negara,” paparnya.

Herman juga menjelaskan Komisi VII sedang mengawasi proses holding Pertamina dengan PGN. Meskipun hal itu di bawah kewenangan Kementerian BUMN tetapi pihaknya ingin memastikan penggabungan berjalan sesuai peraturan yang berlaku.

“PGN khusus ke distribusi gas. Pertamina di hulu dan langsung distribusi yang variannya lebih banyak. Distribusi ini kan enggak mudah memang,” ujarnya.

Ia menyarankan proses holding yang berdampak pada restrukturisasi harus dilakukan dengan cermat dan dapat memberikan dampak positif bagi pertumbuhan perusahaan.

“Kami sarankan, kalau ada resuffle harus dipikirkan betul-betul. Jangan sampai orang enggak ngerti ditaruh di Pertamina. Itu pesan kita,” tegasnya.

Menurut dia, Pertamina perlu diisi oleh orang yang memiliki kapasitas mumpuni supaya mampu melalui semua tantangan bisnis yang sangat berat. Untuk itu pucuk pimpinan Pertamina perlu memiliki profesionalitas tinggi.

“Itu butuh karena Pertama itu high risk, dan high cost, karena sangat padat modal. Kemudian ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Itu harus profesional, tidak bisa coba-coba dan pemerintah harus memberi dukungan penuh. DPR memberi dukungan penuh kepada Pertamina,” terangnya.

Pada kesempatan sama, Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik mengaku senang dikunjungi mitra kerja dari legislatif. Pihaknya telah memaparkan kondisi dapur Pertamina termasuk stok BBM dan semua fasilitas operasional.

“Jadi sejauh ini banyak sebenernya improvement internal yang suda kita lakukan,” katanya.

Kemudian dia mengaku sudah siap menghadapi holding dengan PGN, bahkan proses restrukturisasi telah dilaksanakan melalui rapat umum pemegang saham luar biasa. Tujuannya supaya penggabungan dapat memberikan energi lebih dan langsung bisa menjalankan semua target perusahaan dengan lebih cepat.

“Kalau secara tim kita udah siap, teman-teman sudah siapin ya kalau terjadi penggabungan ini semua bisa smooth,” tutupnya. (X-12)

sumber: mediaindonesia

Legislator: Pembentukan Holding Pertamina Berpotensi Hambat Fleksibilitas Penetapan Harga BBM

Wakil Ketua Komisi VII DPR Herman Khaeron ikut merespons keputusan pemerintah yang tidak menaikkan harga BBM penugasan subsidi baik premium, bio solar, dan minyak tanah termasuk keputusan tidak menaikkan harga tarif dasar listik (TDL) sampai akhir triwulan pertama 2018. Hal itu, menurut politikus Demokrat ini, menjadi kabar baik dan memenuhi rasa keadilan bagi rakyat di tengah daya beli sedang melemah.

Meski pemerintah sepertinya tabu menyebut penambahan subsidi, Herman menyarankan agar sebaiknya keputusan itu disertai dengan penyesuaian formula penugasan terhadap Pertamina dan PLN. Sebab, kebijakan tidak menaikkan harga BBM subsidi dan TDL menggerus keuangan kedua BUMN itu.

“Keputusan tidak naiknya BBM bersubsidi dan TDL sepertinya tidak ada masalah dengan keuangan negara, tetapi jika jujur hal ini sangat berpengaruh terhadap keuangan Pertamina dan PLN,” ucap Herman kepada JPNN.com, Jumat (29/12).

Hal itu dikarenakan harga BBM penugasan kepada Pertamina tidak pernah dilakukan penyesuaian sejak ditetapkan melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 39 Tahun 2015 tentang Perhitungan Harga Jual Eceran BBM. Di mana pada bulan Juli 2016 ditetapkan harga jual premium Rp 6.450 dan Bio Solar Rp 5.150 dengan posisi ICP 37 USD/Barel.

Dengan naiknya harga minyak internasional saat ini yang sudah mencapai 66 USD/Barel, bahkan lebih tinggi dari asumsi makro APBN 2018 sebesar 48 USD/Barel, dinilai Herman akan berimbas pada harga BBM. Dengan begitu pada akhirnya jika tidak ada kebijakan fiskal pemerintah akan menjadi beban finansial Pertamina, dan dipastikan keuntungan Pertamina akan tergerus.

“Selama 2017 saja, Pertamina kehilangan peluang keuntungan sekitar 19 triliun rupiah, angka yang sangat besar yang semestinya dapat mendongkrak kemampuan Pertamina berinvestasi,” jelas politikus asal Jawa Barat ini.

Hal serupa juga dialami PLN. Keuntungan perusahaan pelat merah satu ini terus tergerus karena melaksanakan penugasan pemerintah terkait penetapan harga jual per KWH-nya ditetapkan oleh pemerintah tanpa dukungan kebijakan fiskal disaat harga energi primernya terus naik. Bahkan kenaikan harga batu bara menjadi penyebab utama beban finansial PLN.

Karena itu, dia mengembalikan kepada pemerintah, apakah tetap mempertahankan harga dengan membiarkan Pertamina dan PLN kehilangan kemampuan finansialnya, dan berkurangnya sumber pendapatan keuangan negara, atau menyediakan tambahan APBN untuk melakukan reformulasi atas besaran subsidi terhadap harga penugasan, yang tentu semua ini menjadi domain pemerintah.

“Dalam pandangan saya semestinya Pertamina dan PLN diperkuat kemampuan finasialnya di tengah persaingan global, agar mampu melakukan akselerasi investasi, dan meningkatkan sumber pendapatan negara,” pungkas Herman.(fat/fri/jpnn)

sumber: jpnn

Komisi IV Siap Bantu Pandeglang Kembangkan Potensi Perekonomian

hermankhaeron.info – Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Herman Khaeron menilai sikap Parlemen Uni Eropa yang mengeluarkan resolusi terhadap komoditas sawit dari Indonesia sesungguhnya adalah bentuk dari politik perdagangan untuk memproteksi komoditas dari Eropa.

“Eropa mengeluarkan resolusi terhadap sawit Indonesia dan produk turunannya dengan tudingan masih memunculkan beberapa masalah, yakni deforestasi, korupsi, pekerja anak, serta pelanggaran HAM,” kata Herman Khaeron pada diskusi “Embargo Sawit, Lawan Parlemen Eropa” di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis.

Herman menegaskan pembukaan lahan sawit di Indonesia dampaknya terhadap pembukaan lahan di dunia hanya sekitar 2,5 persen, adalah jumlah yang sangat kecil dan tidak signifikan.

Menurut dia, kalau di Eropa membuka lahan untuk perkebunan bunga matahari, kedelai, dan sebagainya, hal itu juga berdampak pada bidang lainnya, terutama berdampak pada lingkungan.

“Namun Parlemen Uni Eropa, tidak mau menjelaskan hal ini dan di sisi lain menuding pembukaan lahan sawit di Indonesia berdampak pada lingkungan,” katanya.

Herman menilai, resolusi yang dikeluarkan Parlemen Uni Eropa terhadap sawit Indonesia adalah imbauan untuk tidak menggunakan palm oil dan produk turunannya termasuk biodiesel.

Sikap Parlemen Uni Eropa yang mengeluarkan resolusi, menurut dia, pada prinsipnya adalah perlindungan terhadap komuditas di Eropa seperti bunga matahari dan kedelai.

“Eropa menyadari kehadiran sawit di pasar dunia, memberikan tekanan berat terhadap efisiensi yang basisnya komuditas yang mereka hasilkan,” katanya.

Politisi Partai Demokrat ini menjelaskan, saat ini sudah ada pergeseran sumber energi dari minyak fosil ke minyak nabati, terutama biodiesel dari sawit yang ramah lingkungan.

Kehadiran biodiesel dari sawit ini, kata dia, menjadi ancaman besar bagi minyak bunga matahari yang dihasilkan Uni Eropa.

“Menurut saya, sikap embargo dari Perlemen Uni Eropa adalah konteks persaingan dagang yang ditarik-tarik ke politik dagang mereka,” katanya.

Herman melihat, Uni Eropa hanya mencari-cari alasan kemudian ada “code of conduct” yang mereka keluarkan seolah-olah ini menjadi etika lingkungan yang melarang perdagangan sawit dari Indonesia.

Herman menegaskan. agar Indonesia berani mengambil langkah tegas terhadap embargo yang dilakukan Parlemen Uni Eropa terhadap produk sawit Indonesia.

“Kalau bicara strong point, Indonesia sebagai penyelenggara konferensi internasional perubahan lingkungan memiliki posisi hukum yang sangat kuat untuk berargumentasi,” katanya.

sumber: antaranews