Teknologi pertanian tidak hanya untuk meningkatkan produktivitas tanaman tapi juga untuk efisiensi atau menekan biaya produksi. Alhsil dengan peningkatan produktivitas dan menekan biaya produksi maka akan meningkatkan pendapatan petani.
“Melihat hal tersebut maka sudah saatnya mengedukasi SDM peretanian dalam hal ini seluruh penyuluh, petani ataupun pelaku usaha untuk mengarah kepada teknologi. Sebab dengan menggunakan teknologi tidak hanya lebih efektif dan efisien, tapi juga meningkatkan produktivitas per hektarnya yang otomatis ikut mendorong peningkatan ekonomi petani tersebut,” ucap Kepala Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang, Bandel Hartopo.
Namun, Bandel mengakui untuk mengedukasi petani mengarah kepada teknologi pertanian tidaklah semudah membalikan tangan. Sebab sebelum melakukan edukasi kepada petani, haruslah mengedukasi para penyulunya terlebih dahulu. Seperti diketahui saat ini penyuluhlah yang langsung bersentuhan dengan petani
“Kita selain mengedukai petani juga penyuluh. Tujuannya agar pada saat saat penyuluh mengedukasi petani, penyuluh sudah lebih menguasai teknologi yang akan diajarkan kepada petani,” harap Bandel.
Sebab, Bandel membenarkan diluar negeri pun saat ini sudah mengarah kepada teknologi pertanian. Alhasil, dengan keterbatasan lahan maka bisa memaksimalkan produktivitasnya. Dalam hal ini tidaklah heran jika pelatihan-pelatihan pertanian yang ada di luar negeri tidak hanya satu atau dua kali pelatihan. Hal tersebut berbanding terbalik dengan di Indonesia yang minim pelatihan pertanian.
Melihat kondisi tersebut maka BBPP Lembang komitmen untuk terus melakukan pelatihan-pelatihan baik kepada masyarakat umum, petani, instansi pemerintah, hingga kepda para penyuluh itu sendiri.
“Kita ingin agar saat para penyuluh terjun ke lahan petani bisa mengedukasi menggunakan teknologi. Diantaranya mulai teknologi tanam, hingga pasca panen,” papar Bandel.
Meski begitu, Bandel menghimbau, BBPP Lembang tidak boleh mengeluh dan harus mampu membiayai dirinya sendiri. Maka BBPP Lembang, diperkenankan untuk menjual komoditas hasil dari penelitiannya melalui sumber pendapatan non paket.
“Sehingga melui teknologi itu jugalah BBPP Lembang pendapatnya bisa melebihi dari target, yaitu dari Rp 70 juta menjadi Rp 400 juta,” tutur Bandel.
Pertanian Wajib Melek Teknologi
Meski begitu, Ketua Umum Masyarakat Perbenihan dan Perbibitan Indonesia (MPPI), Herman Khaeron melihat belum semua pelaku pertanian memaksimalkan teknologi pertanian. Atas dasar itulah sektor pertanian wajib melek (membuka diri) teknologi menggadeng lembaga riset.
“Jadi saya rasa kerja sama antara lembaga riset dan teknologi dengan sektor pertanian di Indonesia belum berjalan maksimal,” kata Herman.
Padahal, Herman menambahkan bahwa kontribusi hasil riset dan teknologi terhadap kemajuan pertanian sangat berpotensi untuk menjadikan Indonesia sebagai kekuatan pangan dunia. Sehingga dalam hal ini sangat diperlukan peran lembaga riset teknologi untuk menghasilkan kekuatan di sektor pertanian Indonesia.
Terbukti, dibeberapa negara maju, lembaga penelitian berperan besar terhadap pembangunan termasuk pertanian. Contohnya hasil teknologi di NASA, teknololgi tersebut dimanfaatkan untuk membaca agro klimat guna pembangunan sektor pertanian di AS.
“Namun sangat disayangkan di negara kita kerjasama-kerjasama seperti itu masih sangat lemah (minim),” keluh Herman.
Melihat kondisi tersebut, Herman berkomitmen untuk menggandeng lembaga riset dengan sektor pertanian. Tujuannya tidak lain adalah untuk menghasilkan kekuatan di sektor pertanian Indonesia.
“Misalnya riset teknologi menghasilkan varietas tumbuhan baru dengan tingkat produktivitas tinggi yang akan berdampak terhadap produksi secara nasional,” tutur Herman.
Alhasil, Herman berharap, dengan semakin banyak produktivitas yang terciptakan akan menjamin ketahanan pangan suatu negara. Hal seperti itu masih lemah. Untuk itu perlu dikembangkan lagi kerja sama antar lembaga riset teknologi di Indonesia dengan sektor pertanian.
“Sebab bila kedua lembaga ini digabungkan bukan tidak mungkin akan kekuatan besar bagi sektor pertanian Indonesia,” ujar Herman.
Sehingga dalam hal ini, Herman menghimbu, agar sektor pertanian jangan ragu ulntuk menggandeng lembaga risat yang ada saat ini. Diantaranya ada Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), ataupun Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yang sudah banyak menghasilkan riset.
“Namun lembaga tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal oleh sektor pertanian sehingga mampu menjamin pertanian yang berkelanjutan,” risau Herman.
sumber: neraca