Demokrat soroti urgensi revisi UU Pemilu, Herman Khaeron: Banyak celah yang harus didiskusikan

Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Herman Khaeron, menegaskan pentingnya revisi Undang-Undang Pemilu dalam forum diskusi publik Proklamasi Democracy Forum yang digelar di Jakarta. Dalam forum tersebut, ia menyampaikan bahwa banyak celah hukum dalam UU Pemilu saat ini yang harus segera dibenahi untuk memperkuat fondasi demokrasi Indonesia.

“Yang tentu memanfaatkan sesi diskusi yang namanya Proklamasi Demokrasi Forum. Yang ini kami akan ada beberapa seri forum yang tentu mengangkat berbagai sisi yang ini menjadi isu publik dan tentu memberikan nilai manfaat besar bagi rakyat dan bangsa,” ujar Herman kepada media seusai acara diskusi publik Proklamasi Democracy Forum di kantor DPP Demokrat Jakarta, Senin (19/5).

Forum edisi perdana ini mengangkat tema khusus mengenai revisi Undang-Undang Pemilu, yang menurut Herman sangat krusial untuk segera dibahas.

“Hari ini kami mengangkat tema terkait dengan revisi Undang-Undang Pemilu, yang menurut kami, ya menurut kepentingan kami bahwa ini penting untuk dibicarakan sejak saat ini. Karena apa? Sangat banyak sekali pasal-pasal yang tentu ini menjadi loophole, menjadi celah bolong untuk kita isi, untuk kita diskusikan. Banyak hal yang tentu ini penting bagi rakyat, bagi bangsa,” lanjut Herman

Ia menambahkan, proses demokrasi di Indonesia harus melahirkan produk hukum yang kuat dan berpihak pada kepentingan rakyat.

“Agar betul-betul Undang-Undang Pemilu yang melandasi terhadap proses demokrasi kita, ini menghasilkan sebuah hasil yang tentu bernilai dan bermanfaat bagi bangsa dan negara, bagi rakyat. Kita tahu bahwa banyak sekali isu yang diangkat, misalkan terkait dengan pemilu yang sangat mahal, pemilu yang banyak menyita, banyak anggaran. Ini juga harus dibicarakan, apa tentu kepentingan ke depannya supaya dapat menghemat anggaran dan lain sebagainya,” tambhanya.

Isu digitalisasi juga menjadi salah satu sorotan. Menurut Herman, perlu dikaji apakah sistem e-voting sudah layak diterapkan di Indonesia.

“Digitalisasi atau dengan e-voting, apakah ini sudah bisa dilakukan atau tidak? Tadi kan juga diangkat oleh para narasumber,” ujar Herman.

Selain itu, ia menyoroti perdebatan sistem pemilu apakah akan tetap terbuka, tertutup, atau menggunakan sistem campuran.

“Nah yang kedua juga sistem pemilu, apakah tertutup, terbuka ataukah mix antara tertutup dan terbuka? Banyak sistem yang sudah digunakan di negara-negara lain yang tentu bagaimana cara mengadopsi di sistem kepemiluan di negara kita. Ini penting juga menurut saya menjadi pembicaraan,” ungkapnya.

Herman juga mempertanyakan efektivitas pemilu serentak yang saat ini diterapkan.

“Kemudian juga bagaimana kita juga melihat sistem pemilu yang keserentakan. Apakah memang cocok tidak ini serentak antara pileg kemudian dengan pilkada. Dan kita pemilu bertingkat karena ada DPRD Kabupaten/Kota, ada DPRD Provinsi, ada DPR RI, ada DPD Dewan Perkembangan Daerah. Ini yang menurut saya penting untuk diangkat,” tegasnya.

Dalam forum tersebut, turut hadir sejumlah narasumber kredibel seperti Wakil Menteri Dalam Negeri, Titi Anggraini dari Perludem, dan Prof. Burhanudin Muhtadi dari Indikator Politik Indonesia.

“Dan tadi tentu banyak sekali oleh para pembicara yang kredibel. Kita menghadirkan Wakil Menteri Pak Bimaria, kemudian ada Mbak Titi dari Perludem, kemudian ada Profesor Burhanudin Muktadi dari Indikator,” ujar Herman.

Ia menilai, kontribusi para narasumber sangat penting dalam memberikan perspektif terkait sejarah dan tantangan pelaksanaan pemilu di Indonesia.

“Dan saya kira dua penyelenggara pemilu ini penting menyampaikan apa adanya terkait dengan historical kepemiluan di Indonesia. Termasuk bagaimana kesulitan dengan negara kita yang cukup besar selalu saja dihadapkan kepada aturan-aturannya mendadak misalkan. Ini kan harusnya dimulai dari jauh-jauh hari sebelumnya,” pungkas Herman, seperti yang dilaporkan Kontributor Elshinta Awaluddin Marifatullah.

sumber: elshinta