Komisi II DPR RI Dorong Kota Cirebon Ciptakan Pemilu Berkualitas

DI antara anggota DPR yang sangat akrab dan ramah dengan wartawan adalah Herman Khaeron. Hero, demikian kelahiran Kuningan 4 Mei 1969 ini kerap disapa, sangat mudah dihubungi wartawan ketika meminta konfirmasi seputar isu-isu sensitif dan strategis yang menjadi wewenangnya.

Politisi Partai Demokrat ini dua kali berturut-turut menjabat Wakil Ketua Komisi IV, yaitu periode 2009-2014 dan berikutnya 2014-2019 dari daerah pemilihan yang sama, Jawa Barat VIII (Kab. Indramayu, Kab. Cirebon dan Kota Cirebon). Sempat menjadi Wakil Ketua Komisi VII dan kini Wakil Ketua Komisi II DPR.

Herman sangat paham dan menguasai bidang pertanian, kehutanan dan lingkungan. Dengan latar belakang pendidikan Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB), Herman mendapat tugas menjaga soal pangan pada era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.

“Saya bergabung dengan Partai Demokrat pada 2005 dan dipercaya menjadi Ketua Departemen Kelautan dan Perikanan. Jadi memang tak jauh dari bidang pendidikan saya,” terang Herman Khaeron seperti dikutip TeropongSenayan.

Sebelum terjun menjadi anggota DPR, dia pernah menjadi staf ahli Menteri Kelautan dan Perikanan Rochmin Dahuri pada era Presiden Megawati. Dari pengalaman ini kemudian Herman melangkah menjadi staf ahli Fraksi Partai Demokrat.

Kematangannya dalam hal pertanian dan perikanan membuat Herman terus diberi kepercayaan. Dia diberi amanah khusus untuk membuat Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (PPP).
Sebagai Ketua Pansus, Herman tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Apalagi niatnya ingin menyejahterakan dan sekaligus melindungi petani saat kena musibah, misalnya gagal panen, bencana alam, serangan hama dan berbagai risiko lainnya.

Menurut Herman, petani di negara maju sekalipun membutuhkan stimulus dan proteksi. Apalagi petani di Indonesia. Karena itu perlindungan dan pemberdayaan petani wajib dilakukan oleh pemerintah melalui regulasi yang berpihak.

“Situasi dan kondisi pertanian kita masih terus membutuhkan stimulus dari pemerintah. Membutuhkan proteksi, perlindungan dan pemberdayaan. Ini adalah fakta di lapangan. Loyalitas petani di Indonesia tentunya membutuhkan regulasi yang memungkinkan banyaknya bantuan untuk petani,” kata Herman.

Dikatakan Herman, secara substansi regulasi harus melindungi petani dari gagal panen, risiko harga, meningkatkan kemandirian dan kedaulatan petani. Indikasi petani tidak berdaulat, lanjut Herman, dapat dilihat dari penguasaan lahan mereka yang rata-rata di bawah satu hektare.

“Bahkan penelitian terakhir, mereka rata-rata hanya menguasai lahan 0,3 hektare. Ini jelas tidak ekonomis. Bahkanbanyak petani yang terperangkap ijon,” katanya.

UU PPP, kata Herman memberikan kepastian kepada petani. Ketika harga fluktuatif para petani tidak merasa khawatir. Mereka nantinya bukan hanya punya harapan tetapi pendapatan mereka lebih baik. “Nanti tidak ada lagi petani yang beramai-ramai membuang bawang merah ke jalan karena harganya sangat murah,” harapnya.

Dalam UU ini juga, kata Herman, Pemerintah diperintahkan untuk menyediakan sarana dan prasarana pertanian. Misalnya soal irigasi yang sudaha tidak mendukung pertanian. “Karena hampir 50 persen dari irigasi kita rusak. UU ini mengamanatkan agar Pemerintah segera memperbaiki sarana dan prasarana itu,” kata politisi asal Kota Udang ini.

Masalah pembiayaan juga, lajut Herman, menjadi bagian yang penting dalam UU ini. Untuk pembiayaan, kata Herman, petani membutuhkan dana yang tidak bisa ditangani langsung bank konvensional. “DPR menginginkan ada Bank Petani. Namun setelah berkonsultasi dengan berbagai pihak banyak kendala untuk mendirikan Bank Petani ini. Titik tengahnya bank-bank Pemerintah didorong mendirikaan unit-unit bank yang melayani bidang pertanian,” kata Herman.

Bagaimana perkembangan UU itu kini? Herman kembali mengeluhkan soal komitmen Pemerintah untuk menjalankan UU PPP. Sangat miris ketika negara agraris keberpihakan yang sifatnya afirmatif itu nyaris tidak ada.

“Coba lihat dari kebijakan ekonomi pemerintah menghadapi krisis ekonomi. Kebijakan itu hanya untuk mengejar pertumbuhan. Tak ada yang bersentuhan dengan ketahanan pangan,” ujarnya gusar.

“Saya berharap Pemerintahan Jokowi untuk memperhatikan pertanian, peternakan dan kelautan. Isu ke depan bukan hanya masalah minyak tetapi akan bergeser ke masalah ketersediaan dan ketahanan pangan. Dunia bisa perang gara-gara soal pangan,” katanya memperingatkan.

sumber: rilis

Komisi VII Setujui Pagu Anggaran KLHK Rp 8 Triliun

Wakil Komisi VII DPR, Herman Khaeron meminta pemerintah mengevaluasi kembali efektifitas kebijakan holding BUMN yang telah dibentuk. Sehingga hal negatif yang terjadi pada perusahaan plat merah lain dapat contoh baik.

Menurut Herman sejauh ini melihat holdin Semen masih kesulitan dalam hal konsolidasi. Padahal realisasi holding kata Herman sudah dilangsungkan dari tahun 2012.

“Holding harus didasrkan pada kajian yang objektif dan komperhensif. Jangan didasarkan atas kepentingan-kepentingan tertentu,” kata politisi Demokrat kepada Wartawan, ditulis Jumat (19/1/2018).

Adapun holding tambang telah resmi terbentuk sejak November 2017, bedanya dengan holding semen, pada anak usaha hoding tambang terdapat saham dwi warna yang menjadikannya tetap sebagai perusahaan BUMN.

 Hal inilah yang dikabarkan menjadi kendala tesendir sebagai ganjalan konsolidasi dari aspek akuntan.

Karena jika dipaksakan, akan bertentangan dengan kaidah Peraturan Standar Akuntansi 65 (PSAK 65) dalam neraca laporan keuangan. Sedangkan PSAK 65 juga terintegrasi ke International Financial Reporting Standart (IFRS).

“Kalau perusahaan sehat, kenapa mesti diholdingkan? Holding itu menambahkan beban struktur, malah tidak bagus nanti. Biarkan dia berkompetisi dengan suasana sehat,” kata Herman.

sumber: tribun

Perambahan Hutan: DPR Ultimatum KLHK

hermankhaeron.info – Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat mengultimatum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar memberikan data terkait aktivitas perusahaan kebun dan tambang yang merambah kawasan hutan secara ilegal.

“Kami harapkan data tertulis secepatnya. Paling tidak satu minggu dari rapat kerja ini,” kata Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron saat membacakan kesimpulan Rapat Kerja Komisi IV DPR dengan KLHK di Jakarta, Rabu (5/4/2017).

Politisi Senayan sebenarnya mengharapkan daftar nama perusahaan perkebunan dan pertambangan yang beroperasi secara ilegal di kawasan hutan. Namun, KLHK hanya bisa menjanjikan peta indikasi areal perkebunan yang berasal dari pelepasan kawasan hutan dan lahan pertambangan yang mendapat izin pinjam pakai.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya beralasan KLHK tidak mungkin memiliki daftar perusahaan ilegal karena mereka pasti tidak mengurus izinnya. Namun, dari peta indikasi pelepasan dan pinjam pakai tersebut, KLHK bisa mengidentifikasi area lain yang dirambah melalui citra satelit.

“Selanjutnya akan dilakukan pengecekan di lapangan dan didapat nama-nama perusahaannya,” kata Siti.

Anggota Komisi IV DPR Sudin mengingatkan perambahan kawasan hutan merupakan pelanggaran undang-undang. Baik pelaku maupun pejabat yang membiarkan perambahan dapat dijerat pidana dengan ancaman penjara hingga 15 tahun.

Sudin tidak dapat membayangkan selama ini jutaan hektare hutan digarap secara ilegal tetapi tidak ada tindakan nyata dari pemerintah. Apalagi, menurut dia, kegiatan ilegal itu dilakukan secara kasat mata.

“Kalau untuk kebun rakyat 10 ha mungkin wajar tidak ada tindakan. Tapi kalau ada puluhan ribu hektare tidak ditindak, jadi apa negara ini?” katanya.

sumber: bisnis.com