Herman Khaeron RUU Pertanahan Harus Segera Dituntaskan

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Herman Khaeron menegaskan, Rancangan Undang-Undang Pertanahan harus segera diselesaikan. Mengingat penataan dan pengaturan pertanahan ini nantinya bisa memberikan kontribusi dan manfaat yang besar bagi rakyat.

Untuk itu, Komisi II DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) guna menyerap aspirasi dan masukan terkait RUU Pertanahan dengan Direktur Utama PTPN III beserta anak perusahaannya, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), serta Panitia Kerja RUU tentang Pertahanan dari pemerintah di Ruang Rapat Komisi II, Gedung Nusantara DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (10/1/2019).

“Bentuk pengaturan untuk undang-undang pertanahan memang sudah ada, yaitu Undang-Undang Pokok Agraria (UU PA) Nomor 5 Tahun 1960. Tapi kami menganggap terlalu umum, sehingga harus ada undang-undang yang lebih spesial. UU PA Nomor 5 tahun 1960 tetap ada sebagai lex generalis. Kemudian lex spesialis-nya adalah kami ingin menuntaskan Rancangan Undang-Undang Pertanahan ini,” tegas Herman.

Mengapa harus segera dituntaskan, menurut Herman banyak persoalan dan pertanyaan terkait permasalahan pertanahan yang harus dijawab. Misalnya, bagaimana masa depan dengan pertanahan. Ditambahkan legislator Partai Demokrat itu, penggunaan tanah saat ini sudah menggunakan media ke atas dan ke bawah. “Bagaimana pengaturannya, berapa kedalamannya, berapa ketinggiannya kemudian atas tanahnya tersebut seperti apa pemberian hak alas tanahnya,” tambahnya.

Terlebih lagi persoalan pemberian hak pakai atau Hak Guna Usaha (HGU) terhadap perkebunan yang begitu luas, sedangkan tanah di negara ini sangat terbatas. Indonesia sendiri memang negara besar, tetapi dua pertiganya adalah lautan. Sehingga penting juga pengaturan UU Pertanahan memberikan rasa keadilan terhadap masyarakat Indonesia yang jumlahnya terus bertambah yang saat ini mencapai 250 juta jiwa.

“Yang pasti kami sudah merumuskan drafnya dan sudah selesai di DPR, pemerintah sudah mengajukan DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) sebagian sudah kami bahas. Jumlahnya mencapai 928 DIM, dan ini harus diselesaikan pada masa periodisasi saat ini sampai nanti akhir Oktober 2019,” pungkas legislator dapil Jawa Barat VIII itu. (es/sf)

Herman Khaeron Jadi Pimpinan Baru Komisi II DPR

Komisi II DPR RI melakukan penetapan pimpinan Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Herman Khaeron. Sebelumnya Herman menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Energi di Komisi VII DPR RI.

“Tentu saya berterima kasih kepada pimpinan baik fraksi Partai Demokrat, terima kasih kepada pak SBY (ketua umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhono) yang mempercayakan di tahun politik ini saya menjadi pimpinan di komisi yang membidangi masalah pemerintahan dan politik,” ujar Herman sebelum rapat pleno penetapan pimpinan komisi II DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/7/2018).

Herman juga mengatakan, dirinya akan langsung tune in dan menyesuaikan diri di lingkungan kerja yang baru.

“Saya juga harus menyesuaikan dan tentu banyak senior di sini, banyak yang sudah lebih dulu. Saya juga ingin mengeksplor bagaimana sesungguhnya kebijakan komisi (Komisi II DPR RI),”kata dia. 

“Secara kepartaian tentu banyak PR karena di sini juga menyangkut kementerian dalam negeri, ini terkait dengan bagaimana evaluasi terhadap dana desa, bagaimana juga desa bisa tumbuh dan berkembang dengan baik, dengan keberadaan payung Undang-Undang Desa,” sambung Herman.

Selain itu, lanjut Herman, pihaknya juga menyoroti bagaimana persiapan menuju pemilihan umum, baik pileg maupun pilpres supaya berjalan dengan aman, jujur, dan adil. “Nah ini bagaimana membentuk situasi dan suasana pemilu yang lebih kondusif bagi kemajuan bangsa ke depan,” tutur dia.

Di sisi lain, Herman juga menaruh perhatian terhadap masalah konflik sosial atau masalah agraria. “Tentu tata ruang wilayah ini juga harus dirumuskan secara baik, secara benar, didudukkan kepada tahapan-tahapan sistematis untuk merumuskan bagaimana supaya di ujungnya tidak terjadi konflik,” tutur dia. “Ini juga harus betul-betul kita kawal, kita akan bermitra dan saya yakin pemerintah yang punya niat yang sama sehingga bagaimana menyelaraskan terhadap baik DPR maupun pemerintah,” Herman menambahkan.

Sumber: kompas

BBM Non Subsidi Naik, DPR akan Panggil Menteri ESDM

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno merombak direksi PT Pertamina (Persero). Penyebab keputusan tersebut diambil, karena kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium dan tumpahan minyak di Teluk Balikpapan.

Menanggapi hal itu, Wakil ketua Komisi VII DPR RI Herman Khaeron melihat di era kepemimpinan Menteri Rini perombakan merupakan hal yang wajar terjadi pada perusahaan BUMN.

“sepertinya menjadi hal yang biasa di era pemerintahan saat ini gonta-ganti dan gosar geser direksi BUMN,” Kata Herman Sapaan akrabnya melalui pesan singkat kepada Kabar3.com, Jakarta, Sabtu (21/4/2018).

Selama ini kinerja Pertamina terbilang Bagus. Adapun penurunan keuntungan perusahaan menurun karena ditugasi pemerintah menjalankan penyaluran premium, solar bersubsidi, gas bersubsidi, dan BBM 1 harga.

Namun demikian, dirasa terlalu dini menyimpulkan kelangkaan BBM premium, serta bocoran minyak di balikpapan sebagai tanggung jawab penuh Pertamina. Sebab, Proses penyelidakan masih berlangsung oleh Polda Kaltim.

Lebih lanjut, Kelangkaan BBM Premium merupakan daripada keputusan pemerintah yang mengalokasikan BBM bersubsidi diluar Jawa, Madura dan Bali (Jamali)

“Sudah sejak tahun 2016 sebenarnya subsidi premium dihapus dan menjadi beban keuangan pertamina, serta digeser keluar Jamali, hanya karena harga ICP rendah, tentu pertalite masih menjadi alternatif pilihan konsumen, tetapi dengan tingginya harga minyak internasional saat ini, premium pasti akan dicari masyarakat,” Terang Herman Politisi Partai Demokrat.

“Keputusanya ada di pemerintah, pertamina hanya operator, bukan regulator,” tandasnya.

Herman juga menduga pencopot Elia bisa terkait karena tidak menjalankanya keputusan yang telah diputus oleh menteri Rini dalam Rapat Umum Pemegan Saham (RUPS) sebelumnya.

“Mungkin saja ada ketidak cocokan dengan menteri BUMN tentu hanya Bu Rini dan Pak Masa Manik yang tahu.”  Pungkasnya. (Pra)

sumber: kabar3

E. Herman Khaeron: Berjuang Wujudkan Percepatan Kemandirian Pangan

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Herman Khaeron mengimbau pemerintah untuk tidak menaikan harga BBM subsidi maupun non subdidi dalam hal ini pertalite. Kenaikan harga bahan bakar minyak ditahan dengan menambah subsidi melalui mekanisme APBN.

Apalagi, kata Herman, harga BBM merupakan kepentingan rakyat. Di sisi lain, keputusan untuk tidak menaikan harga BBM juga jangan sampai mempengaruhi keuangan Pertamina.

“Mestinya ada kebijakan pemerintah yang bisa menekan laju kenaikan ini dengan mekanisme subsidi APBN,” ujar Herman saat dihubungi Republika.co.id, Senin (26/3).

Herman mengatakan harga tidak naik dan dibebankan kepada Pertamina, maka keuangan BUMN pelat merah itu akan terus tergerus. Pemerintah harus menyadari bahwa posisi Pertamina merupakan posisi pohon fiskal. Jika keuangan Pertamina terus digerus maka akan berdampak pada penerimaan negara.

“Kalau pertamina terus yang digerus keuntungannya akan berdampak pada deviden, pajaknya juga akan berkurang. Padahal Pertamina kan sumber pemasukan fiskal negara,” ujar Herman.

Ia mengatakan Komisi VII sudah sepakat apabila pemerintah menggunakan APBN untuk menangani subsidi. Ia mengatakan porsi APBN untuk subsidi masyarakat sangat didukung oleh DPR.

“Ya, kan ada mekanisme APBN P, APBN sangat cukup apabila untuk subsidi. Kalau buat rakyat, kenapa tidak, daripada kenaikan harga malah menganggu daya beli masyarakat,” ujar Herman.

Dikutip dari laman resmi Pertamina, harga jual bensin non subsidi, Pertalite per 24 Maret 2018, di DKI Jakarta menjadi sebesar Rp 7.800 per liter.

Sementara di provinsi lainnya berkisar Rp 7.800 sampai Rp 8.150 per liter. Seperti di Provinsi Riau, Pertalite dibanderol menjadi Rp 8.150 per liter, sedangkan harga Pertalite di provinsi Maluku dan Papua masing-masing menjadi Rp 8.000 per liter.

sumber: republika

Komisi VII Desak Pemerintah Evaluasi Proyek Listrik 35 Ribu MW

Wakil Ketua Komisi VII DPR, Herman Khaeron mengatakan, ambisi pemerintahan Jokowi-JK untuk membangun pembangkit listrik 35 ribu megawatt (MW) diprediksi tidak akan berjalan mulus.

Herman mengaku khawatir realisasi megaproyek listrik 35 ribu Mega Watt (MW) akan terhambat. Adapun, kekhawatiran Herman tersebut akibat penurunan konsumsi listrik nasional dari rata-rata 7% menjadi 3%. Sebab, menurut dia, hal itu akan menjadi salah satu tolok ukur pemerintah dalam pembangunan pembangkit setrum 35 Ribu MW.

“Membangun 35 ribu MW juga harus ada konsumennya. Jangan sampai listriknya ada pembelinya malah enggak ada. Sekarang saja pertumbuhan konsumsi listrik turun kok,” kata Herman saat dihubungi di Jakarta, Minggu (25/3/2018).

Tahun lalu, Politisi Demokrat ini mengatakan, pertumbuhan kebutuhan listrik diperkirakan 7,8%, sedangkan penjualan setrum PT PLN (Persero) hanya tumbuh 3,57%.

Karena itu, Herman menyarankan pemerintah segera mengevaluasi lagi pengerjaan  program megaproyek setrum 35 ribu MW senilai Rp 1.350 triliun tersebut.

“Jangan sampai kejar tayang namun berujung kepada meruginya PLN. Nah kalau ditambah lagi menjadi 95 ribu MW, maka surplusnya lebih gede. Ujung-ujungnya bisa memberatkan keuangan PLN,” jelas dia.

Diketahui, pemerintahan Jokowi-JK sudah memprogramkan bisa membangun pembangkit listrik. Namun, target sebesar 35 ribu MW itu dinilai banyak pihak terlalu embisius. Pasalnya, program 10 ribu MW saat JK menjadi Wapres SBY hanya terwujud sekitar 6 ribu MW.

sumber: netralnews

Tiga Langkah Hadapi Potensi Ancaman Arus Barang Produk Pertanian

Panitia Kerja Migas Komisi VII DPR RI yang dipimpin langsung oleh Ketua Panja Komisi VII DPR Herman Khaeron meninjau langsung Kantor Pertamina Pusat di Jakarta. Kunjungan ini guna melihat sejauh mana ketahanan energi nasional, dan kemampuan Pertamina untuk mensuplay serta mendistribusikan bahan bakar ke seluruh Indonesia.

Tim Komisi VII melakukan pengecekan di control room semuanya berjalan dengan baik. Menurut Herman stok masih cukup aman, bahkan ada yang samapi 67 hari.
Dalam kunjungannya Komisi VII menyampaikan dukungan kepada Pertamina agar menjadi BUMN yang kuat. “Mendorong agar Pertamina ini menjadi BUMN yang kuat, yang menunjukkan kebesaran sebuah negara. Indonesia ini kan negara besar, ya harus kuat pertaminanya,” ungkap Herman di Kantor Pertamina, Jakarta, Selasa (13/2).

Dia juga menyarankan agar control room Pertamina diperbaiki. “Bagaimana Pertamina mengintegrasikan dengan hulu, supaya semua persoalan termonitor dalam satu ruangan. Room Controlnya harus segera diperluas,” ujar Herman.

Dalam kunjungan ini juga Komisi VII DPR ingin mengetahui respon Pertamina terhadap energi yang berbasis non fosil, guna penyusunan energi baru, terbarukan.

“Pada sisi lain kami juga sedang mempersiapkan untuk menyusun rancangan undang-undang energi baru terbarukan. Kita juga meminta masukan dari Pertamina, sejauh mana merespon terhadap energi yang basisnya non fosil,” jelasnya.

Herman juga memberikan respon positif terhadap misi Presiden Joko Widodo yang sedang berusaha membangun Pertamina menyaingi Petronas. “Ketika Presiden mencanankan ketahanan energi menjadi prioritas untuk pembangunan ini, Pertamina mempunyai tugas besar untuk itu,” paparnya.

Herman mengatakan rapat di Pertamina dalam rangka merumuskan masa depan negeri ini, sekaligus merumuskan masa depan Pertamina.

Komisi VII selalu berusaha untuk kemajuan Pertamina, kalau kemampuan pertamina semakin turun tentu ini akan memperlemah akselerasi investasi, dan dalam jangka waktu yang panjang ini juga akan mengurangi deviden negara.

“Jadi kuncinya, bagaimana meningkatkan komunikasi dan koordinasi di antara pemangku kepentingan, kami yang berada di institusi politik,” ungkap Herman. (rom)

sumber: wartatransparansi

Molor, DPR Bakal Sidak Pembangunan Smelter

Ketua Panja Migas Komisi VII DPR, Herman Khaeron, menyambangi kantor pusat PT Pertamina (Perseo) untuk melihat dan mengontrol seperti apa sistem kerja Pertamina dan PT Perusahaan Gas Negara, Tbk (PGN) jelang dibentuknya holding BUMN sektor migas. Ia mengatakan, Komisi VII DPR ingin mengetahui seperti apa konsep tata kelola migas yang saat ini sedang dilakukan oleh kedua perusahaan pelat merah ini.

Herman menjelaskan, selain melihat terkait tata kelola migas, pihaknya juga hendak melihat persiapan kedua BUMN tersebut dalam pembentukan holding migas.

“Kami ingin mengetahui control room seperti apa untuk memonitor seluruh kegiatan korporasi di seluruh indonesia. Bagaimana kesiapan holding dan kemudian secara teknis bagaimana pula penggabungan,” ujar Herman di Kantor Pusat Pertamina, Selasa (13/2).

Namun, Herman enggan berkomentar banyak terkait apa yang ia dapatkan dari kunjungan ke kantor Pertamina dan PGN tersebut. Ia hanya menjelaskan, pihaknya menyerahkan kepada pemerintah terkait pembentukan holding tersebut.

“Keputusannya kita serahkan kepada pemerintah karena itu menjadi domain pemerintah. DPR hanya ingin menggali informasi, sejauh mana keuntungan dan kerugian untuk membentuk holding itu,” ujar Herman.

Sumber: republika

DPR juga Kawal Penggabungan Pertamina-PGN

PANITIA Kerja (Panja) Minyak dan Gas Komisi VII DPR menyambangi kantor PT Pertamina dan PGN. DPR juga mendalami bisnis proses kedua perusahaan untuk evaluasi tata keola migas guna mewujudkan ketahanan energi nasional.

“Kita melihat sejauh mana ketahanan energi kita, sejauh mana ketahanan Pertamina untuk distribusi dengan langsung mengecek ke control room dan terlihat cukup aman dengan stok aman sampai 70 hari,” terang Ketua Panja Migas sekaligus Ketua Komisi VII DPR, Herman Khaeron di sela kunjungannya di kantor Pertamina, Jakarta, Selasa (13/2).

Ia menjelaskan DPR mendorong Pertamina bekerja secara terintegrasi mulai hulu sampai hilir. Hal itu sudah dilakukan Pertamina melalui pengawasan langsung seluruh aktivitasnya melalui ruang khusus pengawasan atau control room.

“Di sisi lain (kunjungan ini untuk mendapatkan masukan) sebab kami sedang menyusun RUU EBT dan meminta respons Pertamina soal EBT. Sisi lain, kami mendorong agar Pertamina menjadi BUMN yang kuat dan menunjukkan kebesaran sebuah negara,” paparnya.

Herman juga menjelaskan Komisi VII sedang mengawasi proses holding Pertamina dengan PGN. Meskipun hal itu di bawah kewenangan Kementerian BUMN tetapi pihaknya ingin memastikan penggabungan berjalan sesuai peraturan yang berlaku.

“PGN khusus ke distribusi gas. Pertamina di hulu dan langsung distribusi yang variannya lebih banyak. Distribusi ini kan enggak mudah memang,” ujarnya.

Ia menyarankan proses holding yang berdampak pada restrukturisasi harus dilakukan dengan cermat dan dapat memberikan dampak positif bagi pertumbuhan perusahaan.

“Kami sarankan, kalau ada resuffle harus dipikirkan betul-betul. Jangan sampai orang enggak ngerti ditaruh di Pertamina. Itu pesan kita,” tegasnya.

Menurut dia, Pertamina perlu diisi oleh orang yang memiliki kapasitas mumpuni supaya mampu melalui semua tantangan bisnis yang sangat berat. Untuk itu pucuk pimpinan Pertamina perlu memiliki profesionalitas tinggi.

“Itu butuh karena Pertama itu high risk, dan high cost, karena sangat padat modal. Kemudian ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Itu harus profesional, tidak bisa coba-coba dan pemerintah harus memberi dukungan penuh. DPR memberi dukungan penuh kepada Pertamina,” terangnya.

Pada kesempatan sama, Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik mengaku senang dikunjungi mitra kerja dari legislatif. Pihaknya telah memaparkan kondisi dapur Pertamina termasuk stok BBM dan semua fasilitas operasional.

“Jadi sejauh ini banyak sebenernya improvement internal yang suda kita lakukan,” katanya.

Kemudian dia mengaku sudah siap menghadapi holding dengan PGN, bahkan proses restrukturisasi telah dilaksanakan melalui rapat umum pemegang saham luar biasa. Tujuannya supaya penggabungan dapat memberikan energi lebih dan langsung bisa menjalankan semua target perusahaan dengan lebih cepat.

“Kalau secara tim kita udah siap, teman-teman sudah siapin ya kalau terjadi penggabungan ini semua bisa smooth,” tutupnya. (X-12)

sumber: mediaindonesia